Rabu, 04 Mei 2011

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PAI YANG MEMBANGUN SIKAP MENTAL PESERTA DIDIK UNTUK BERPRILAKU MANDIRI

Oleh
Jasa Fadilah Ginting

I. Pendahuluan
Kehidupan merupakan fitrah Allah, Tuhan Yang Maha Esa untuk seluruh makhluk-Nya. Dengan fitrah yang di dalamnya terkandung makna yang mendasar tentang kebenaran dan keluhuran, kehidupan yang dianugrahkan Allah kepada makhluk-Nya. Wahana utama untuk pengembangan manusia mengacu kepada harkat dan martabat manusia adalah upaya pendidikan.
Acuan yuridis-formal yang dimiliki tentang konsistensi dalam upaya pemaknaan dan pemberdayaan pendidikan juga di atur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dengan tegas memberikan tempat yang sangat terhormat terhadap pendidikan agama. Dalam pasal 37 ayat 1 dan 2 ditegaskan bahwa kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi wajib memuat pendidikan agama.
Dalam penjabaran pasal 37 di atas, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 yang begitu ideal dan penuh harapan dari pendidikan agama ini. Betapa tidak, dalam pasal 5 dari ayat 3 s.d. 7 disebutkan bahwa: (3) Pendidikan agama mendorong peserta didik untuk taat menjalankan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan agama sebagai landasan etika dan moral dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; (4) Pendidikan agama mewujudkan keharmonisan, kerukunan, dan rasa hormat diantara sesama pemeluk agama yang dianut dan terhadap pemeluk agama lain; (5) Pendidikan agama membangun sikap mental peserta didik untuk bersikap dan berperilaku jujur, amanah, disiplin, bekerja keras, mandiri, percaya diri, kompetitif, kooperatif, tulus, dan bertanggung jawab; (6) Pendidikan agama menumbuhkan sikap kritis, inovatif, dan dinamis, sehingga menjadi pendorong peserta didik untuk memiliki kompetensi dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga; (7) Pendidikan agama diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, mendorong kreativitas dan kemandirian, serta menumbuhkan motivasi untuk hidup sukses.
Pengembangan pembelajaran pendidikan agama Islam yang membangun sikap mental peserta didik untuk berperilaku mandiri harus didasari pada proses pelatihan sejak dini, misalnya sikap disiplin dalam shalat.
Disiplin adalah proses pelatihan pikiran dan karakter, yang meningkatkan kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri, dan menumbuhkan ketaatan atau kepatuhan terhadap tata tertib atau nilai tertentu. Disiplin di sini dimaksudkan cara kita mengajarkan kepada anak tentang perilaku moral yang dapat diterima kelompok. Tujuan utamanya adalah memberitahu dan menanamkan pengertian dalam diri anak tentang perilaku mana yang baik dan mana yang buruk, dan untuk mendorongnya memiliki perilaku yang sesuai dengan standar ini. Dalam disiplin, ada tiga unsur yang penting, yaitu hukum atau peraturan yang berfungsi sebagai pedoman penilaian, sanksi atau hukuman bagi pelanggaran peraturan itu, dan hadiah untuk perilaku atau usaha yang baik.
Melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam diharapkan dapat membangun sikap mental peserta didik untuk berprilaku mandiri dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas ini lebih mendalam agar dapat bermanfaat dalam pembelajaran peserta didik di dunia pendidikan.
II. Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Yang Membangun Sikap Mental Peserta Didik Untuk Berperilaku Mandiri.
A. Membangun Sikap Mental
Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur
melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya.
Jadi, sikap bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku. Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, menentukan apa yang disukai (Rachmat, 2005: 39).
1. Komponen yang membentuk sikap Mental.
Adapun komponen yang membentuk sikap mental peserta didik adalah sebagai berikut:
a. Komponen kognitif, merupakan komponen yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.
b. Komponen afektif, merupakan komponen yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
c. Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
2. Karakteristik sikap Mental.
Menurut Brigham (dalam Dayakisni Tri, 2003) ada beberapa ciri atau
karakteristik dasar dari sikap, yaitu :
a. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku.
b. Sikap ditujukan mengarah kepada objek psikologis
c. Sikap dipelajari.
d. Sikap mempengaruhi perilaku.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Sikap Mental
Azwar (1998) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.
a. Pengalaman pribadi
Middlebrook (dalam Azwar, 1998) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi yang melibatkan emosi akan menghasilkan pengalaman yang lebih mendalam dan lebih lama membekas.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
c. Pengaruh Kebudayaan
Burrhus Frederic Skinner, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah penguat (reinforcement) yang kita alami (Hergenhan dalam Azwar, 1998). Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah.
d. Media Massa
Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
e. Faktor Emosional
Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Menurut Bimo Walgito (dalam Dayakisni Tri, 2003), pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu :
1) Faktor internal (individu itu sendiri) yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luar dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak.
2) Faktor eksternal yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik yang berasal dari luar individu dan faktor intrinsik yang berasal dari dalam individu serta sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku.
B. Sikap Mandiri
Berdasarkan karakteristik sikap, sikap mandiri dapat ditunjukkan dari cara dan perilaku mandiri siswa dalam belajar. Sikap mandiri dalam belajar sangat diperlukan agar peserta didik mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya dalam kegiatan proses pembelajaran, selain itu dalam mengembangkan kemampuan belajar atas kemauan sendiri. Sikap-sikap tersebut perlu dimiliki oleh siswa sebagai peserta didik karena hal tersebut merupakan ciri dari kedewasaan siswa.
Kemandirian adalah kemampuan untuk mengarahkan diri dan mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung kepada orang lain secara emosional. Orang yang mandiri mengandalkan dirinya sendiri dalam merencanakan dan membuat keputusan penting. Orang yang mandiri mampu bekerja sendiri, mereka tidak mau bergantung kepada orang lain dalam memenuhi kebutuhan emosional mereka. Kemampuan untuk mandiri bergantung pada tingkat kepercayaan diri dan kekuatan batin seseorang, serta keinginan untuk memenuhi harapan dan kewajiban tanpa diperbudak oleh kedua jenis tuntuan itu (Uno 2005:77).
Kemandirian dalam belajar dapat diartikan sebagai aktivitas belajar dan berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari pembelajar (Dimyati, 1998:51). Siswa dikatakan telah mampu belajar secara mandiri apabila telah mampu melakukan tugas belajar tanpa ketergantungan dengan orang lain. Pada dasarnya kemandirian merupakan perilaku individu yang mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantun orang lain. Pendapat tersebut diperkuat oleh Kartini dan Dali dalam Mu’tadin (2002:2) yang mengatakan bahwa kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan sesuatu bagi diri sendiri. Kemandirian belajar seseorang sangat tergantung pada pada seberapa jauh seseorang tersebut dapat balajar mandiri. Dalam belajar mandiri siswa akan berusaha sendiri terlebih dahulu untuk mempelajari serta memahami isi pelajaran yang di baca atau dilihatnya melalui media pandang dan dengar. Jika siswa mendapat kesulitan barulah siswa tersebut akan bertanya atau mendiskusikan dengan teman, guru atau pihak lain lain yang sekiranya lebih berkompeten dalam mengatasi kesulitan tersebut. Siswa yang mandiri akan mampu mencari sumber belajar yang dibutuhkan serta harus mempunyai kreativitas inisiatif sendiri dan mampu bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya.
Belajar mandiri dapat diartikan sebagai aktivitas belajar dan berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari pembelajar (Dimyati, 1998:51). Siswa dikatakan telah mampu belajar secara mandiri apabila telah mampu melakukan tugas belajar tanpa ketergantungan dengan orang lain. Pada dasarnya kemandirian merupakan perilaku individu yang mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantun orang lain. Pendapat tersebut diperkuat oleh Kartini dan Dali dalam Mu’tadin (2002:2) yang mengatakan bahwa kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan sesuatu bagi diri sendiri. Kemandirian belajar seseorang sangat tergantung pada pada seberapa jauh seseorang tersebut dapat balajar mandiri. Dalam belajar mandiri siswa akan berusaha sendiri terlebih dahulu untuk mempelajari serta memahami isi pelajaran yang di baca atau dilihatnya melalui media pandang dan dengar. Jika siswa mendapat kesulitan barulah siswa tersebut akan bertanya atau mendiskusikan dengan teman, guru atau pihak lain lain yang sekiranya lebih berkompeten dalam mengatasi kesulitan tersebut. Siswa yang mandiri akan mampu mencari sumber belajar yang dibutuhkan serta harus mempunyai kreativitas inisiatif sendiri dan mampu bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dan beberapa pertimbangan di atas, maka belajar mandiri dapat diartikan sebagai usaha individu untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi dan atau kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di dunia nyata.
1. Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar
a. Faktor dari diri siswa
Menurut Bernadib (dalam Mu’tadin 2002:1) bahwa siswa yang memiliki kemandirian belajar mempunyai kecenderungan tingkah laku sebagai berikut:
1) Memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya.
Dalam proses belajar mengajar terjadi interaksi antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa yang lainnya. Setiap siswa yang melibatkan dirinya dalam suatu persaingan yang sehat dan dapat memenangkan persaingan tersebut harus berusaha keras untuk membangkitkan keberanian, semangat juang dan rasa percaya diri yang maksimal.
2) Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Kemampuan mengambil keputusan dan inisiatif dipengaruhi oleh respon siswa terhadap apa yang ada dan terjadi disekitar untuk dijadikan bahan kajian belajar. Inisiatif sebagai prakarsa yang disertai dengan langkah konkrit selalu ditunggu kehadirannya pada segala macam kepentingan hidup baik ditengah masyarakat maupun disekolah terutama siswa.
3) Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
Siswa yang memiliki kepercayaan diri tidak mudah terpengaruh oleh apa yang dilakukan orang lain (Riyanto, 2002:38). Siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi cenderung memiliki rasa percaya diri, yaitu selalu bersikap tenang dalam mengerjakan tugas-tugas belajar yang diberikan guru dengan memanfaatkan segala potensi atau kemampuan yang dimiliki dan tidak mudah terpengaruh orang lain dalam mengerjakan tugas-tugasnya serta tidak mencontek.
4) Bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya.
Siswa yang bertanggung jawab adalah siswa yang menyadari hak dan kewajibannya sebagai seorang peserta didik. Tanggung jawab seorang siswa adalah belajar dan mengerjakan setiap tugas yang diberikan oleh guru dengan penuh keikhlasan dan kesadaran, selain itu siswa yang bertanggung jawab adalah yang mampu mempertanggung jawabkan proses belajar berupa nilai dan perubahan tingkah laku.

III. PENUTUP

Pengembangan Pembelajaran PAI Yang Membangun Sikap Mental Peserta Didik Untuk Berprilaku Mandiri yaitu:
1. Sikap mandiri siswa dapat ditafsir dari ketertarikan siswa dalam belajar, kemampuan siswa mengatur diri untuk mencapai cita-citanya, serta kesadaran diri yang tinggi. Sikap mandiri mendorong siswa untuk belajar dengan senang dan belajar secara sungguh-sungguh, yang pada gilirannya akan terbentuk cara belajar siswa yang sistematis, penuh konsentrasi dan dapat menyeleksi kegiatan-kagiatannya.
2. Kemandirian adalah kemampuan untuk mengarahkan diri dan mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung kepada orang lain secara emosional.
3. Melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam diharapkan dapat membangun sikap mental peserta didik untuk berprilaku mandiri dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas ini lebih mendalam agar dapat bermanfaat dalam pembelajaran peserta didik di dunia pendidikan.


IV. DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Mudlor. Tt. Etika dalam Islam. Al-Ikhlas. Surabaya.
Al-Jazairi, Syekh Abu Bakar. 2003. Mengenal Etika dan Akhlak Islam. Lentera. Jakarta.
Bakry, Oemar. 1981. Akhlak Muslim. Aangkasa. Bandung.

Dayakisni, Tri dan Hudaniah, Psikologi Sosial. Ed. 2, Cet. 2. Malang: UMM Press.2003
Ilyas, Yunahar. 1999. Kuliah Akhlak. Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam. Yogyakarta.
Masyhur, Kahar. 1986. Meninjau berbagai Ajaran; Budipekerti/Etika dengan Ajaran Islam. Kalam Mulia. Jakarta.

Martin Leman, disiplin anak, 2000.

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 55 tahun 2007, Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar