NON TES SEBAGAI ALAT UKUR EVALUASI BELAJAR
I. PENDAHULUAN
Di
dalam dunia pendidikan, kita mengetahui bahwa setiap jenis atau bentuk
pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan, selalu
mengadakan evaluasi. Artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periode
pendidikan, selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik
oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik. Demikian pula dalam satu kali proses
pembelajaran, guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai
atau belum, dan apakah materi pelajaran yang diajarkan sudah tepat. Semua
pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau
penilaian.
Dalam
fungsinya sebagai penilai hasil belajar peserta didik, guru hendaknya terus
menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik dari
waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan
balik (feed back) terhadap proses belajar mengajar. Umpan balik ini akan
dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar
mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar akan terus dapat
ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
Evaluasi memiliki
kedudukan yang penting dalam proses pembelajaran. Dengan melakukan evaluasi,
guru sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat mengetahui kemampuan yang
dimiliki peserta didik, ketepatan metode yang digunakan, dan keberhasilan
peserta didik dalam meraih kompetensi yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hasil penilaian, pendidik dapat mengambil
keputusan secara tepat untuk menentukan langkah yang akan diambil selanjutnya .
Hasil penilaian juga dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk berprestasi lebih
baik di kemudian hari.
Selanjutnya
didalam melakukan evaluasi ada dua teknik evaluasi yang kita kenal yaitu teknik
evaluasi menggunakan tes dan evaluasi dengan teknik non tes, Teknik non tes
pada umumnya memegang peranan penting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar
peserta didik dari segi ranah sikap (affective domain) dan ranah
ketrampilan (Psychomotoric domain), sedangkan teknik tes lebih banyak
digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah proses
berfikirnya (cognitif domain).[1]Pada
makalah ini penulis berkesempatan menyajikan teknik penilaian non tes secara
lebih mendalam baik pengertian, bentuk-bentuknya maupun penggunannya dalam
menilai hasil belajar.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Non Tes
Nontes adalah cara penilaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan
tanpa menguji peserta didik tetapi dengan melakukan pengamatan secara
sistematis.[2] Teknik
evaluasi nontes berarti melaksanakan penilain dengan tidak mengunakan tes. Teknik
penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian anak secara menyeluruh meliputi
sikap, tingkah laku, sifat, sikap sosial
dan lain-lain. Yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam
pendidikan, baik secara individu maupun secara kelompok.
Dengan tenik non tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta
didik dapat dilakukan dengan pengamatan secara sistematis (observasi),
melakukan wawancara (interview), menyebar angket (quistionnaire),
dan memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen (documentary analysis),[3]
dan juga dapat dilakukan dengan teknik skala nilai, teknik evaluasi
partisipatif, studi kasus dan sosiometri.
B. Bentuk-Bentuk Non Tes
1.
Observasi (pengamatan)
Teknik pengamatan atau observasi merupakan salah satu bentuk teknik
nontes yang biasa dipergunakan untuk menilai sesuatu melalui pengamatan
terhadap objeknya secara langsung, seksama dan sistematis. Pengamatan
memungkinkan untuk melihat dan mengamati sendiri kemudian mencatat perilaku dan
kejadian yang terjadi pada keadaan sebenarnya.
Menurut Moleong (2005 : 176) pengamatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
pengamatan berperanserta dan tidak berperanserta. Dalam pengamatan yang tidak
berperanserta, seseorang hanya melakukan satu fungsi yaitu mengamati tetapi
pada pengamatan berperanserta seseorang disamping mengamati juga menjadi
anggota dari obyek yang diamati.[4]
a. Kelebihan Teknik Observasi
Observasi sebagai alat penilain
nontes, mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:
1.
Observasi
dapat memperoleh data berbagai aspek tingkah laku
anak.
2.
Dalam observasi memungkinkan
pencatatan yang serempak terhadap terjadinya suatu gejala atau
kejadian yang penting.
3.
Observasi dapat dilakukan untuk
melengkapi dan mengecek data yang diperoleh dari teknik lain, misalnya
wawancara atau angket
4.
Observer tidak perlu
mengunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan objek yang diamati, kalaupun
menggunakan, maka hanya sebentar dan tidak langsung memegang peran.
b.
Macam-macam Observasi
1.
Observasi partisipatif
dan nonpartisipatif
2.
Observasi sistematis dan observasi nonsitematis
3.
Observasi Eksperimental
c.
Kelemahan Teknik Observasi
Selain keuntungan diatas,
observer juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain:
1. Observer tidak dapat mengungkapakan kehidupan
pribadi seseorang yang sangat dirahasiakan. Apabila seseorang yang diamati
sengaja merahasiakan kehidupannya maka tidak dapat diketahui dengan observasi.
Misalnya mengamati anak yang menyanyi, dia kelihatan gembira, lincah. Tetapi
belum tentu hatinya gembira dan bahagia. Mungkin sebaliknya, dia sedih dan duka
tetapi dirahasiakan.
2.
Apabila si objek mengetahui kalau sedang diobservasi maka
tidak mustahil tingkah lakunya dibuat-buat, agar observer merasa senang.
3. Obserever banyak tergantung kepada faktor-faktor
yang tidak dapat dikontrol sebelumnya.
d. Langkah-langkah menyusun
observasi :
Adapun Langkah-langkah
menyusun observasi adalah sebagai berikut :
1.
Merumuskan tujuan
2.
Merumuskan kegiatan
3.
Menyusun langkah-langkah
4.
Menyusun kisi-kisi
5.
Menyusun panduan observasi
6. Menyusun alat penilaian
2. Interview (wawancara)
Wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan
dengan cara melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dengan
arah serta tujuan yang telah ditentukan.
a.
Macam-macam wawancara[6] :
a). Wawancara
terpimpin (Guided Interview).
Wawancara terpimpin yang juga sering dikenal dengan istilahwawancara berstruktur (Structured Interview) atau wawancara sistematis (Systematic Interview).
Adapun yang dimaksud dengan wawancara terpimpin
adalah wawancara dimana pewawancara telah menyusun pertanyaan-pertanyaan terlebih dahulu yang bertujuan untuk menggiring penjawab
pada informasi-informasi yang diperlukan saja.
b). Wawancara tidak terpimpin (Un-Guided
Interview)
Wawancara tidak
terpimpin yang sering dikenal dengan
istilah wawancara sederhana (Simple Interview) atau wawancara tidak
sistematis ( Non-Systematic Interview), atau wawancara bebas.
Sedangkan
yang dimaksud dengan wawancara tidak terpimpin adalah wawancara dimana si penjawab (responden) diperkenankan untuk
memberikan jawaban secara bebas sesuai dengan yang ia ketahui tanpa diberikan
batasan oleh pewawancara.
Keberhasilan
wawancara sebagai alat penilaian sangat dipengaruhi oleh beberapa hal :
a. Hubungan baik pewawancara dengan anak yang diwawancarai.
Dalam hal ini
hendaknya pewawancara dapat menyesuikan diri dengan orang yang
diwawancarai
b. Keterampilan pewawancara
Keterampilan
pewawancara sangat besar pengaruhnya terhadap hasil wawancara yangdilakukan,
karena guru perlu melatih diri agar meiliki keterampilan dalam
melaksanakanwawancara.
c. Pedoman wawancara
Keberhasilan
wawancara juga sangat dipengaruhi oleh pedoman yang dibuat oleh guru . Sebelum
melaksanakan wawancara guru harus membuat pedoman-pedoman secara terperinci tentang
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.
b.
Kelebihan wawancara :
1. Wawancara dapat memberikan
keterangan keadan pribadi hal ini tergantung pada hubungan baik antara
pewawancara dengan objek
2. Wawancara dapat dilaksanakan untuk setiap umur dan mudah dalam pelaksaannya
3. Wawancara dapat dilaksanakan
serempak dengan observasi. Data tentang keadaan individu lebih banyak
diperoleh dan lebih tepat dibandingkan dengan observasi dan angket.
4. Wawancara dapat menimbulkan hubungan yang baik antara
si pewawancara dengan objek.
c.
Kelemahan wawancara:
1. Keberhasilan wawancara dapat
dipengaruhi oleh kesediaan, kemampuan individu yang diwawancarai
2. Kelancaran wawancara dapat dipengaruhi oleh keadaan sekitar pelaksanaan
wawancara.
3. Wawancara menuntut penguasaan bahasa yang baik dan sempurna dari pewawancara.
4. Adanya pengaruh subjektif dari pewawancara dapat mempengaruhi hasil
wawancara.
1. Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari
wawancara.
2. Berdasarkan tujuan di atas tentukan
aspek-aspek yang akan diungkap dari wawancara tersebut. Aspek-aspek tersebut
dijadikan dasar dalam menyusun materi pertanyaan wawancara.
3.
Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan, yakni
bentuk berstruktur atau bentuk terbuka
4.
Buatlah pertanyaan wawancara sesuai dengan jenis
wawancara, yakni membuat pertanyaan yang berstruktur atau yang bebas
5.
Ada
baiknya apabila dibuat pula pedoman mengolah dan menafsirkan hasil wawancara.
3. Angket
(questionaire)
Angket adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya.[8]
a. Prinsip Penulisan Angket :
1.
Isi
dan tujuan pertanyaan jelas
2.
Bahasa
yang digunakan
3.
Tipe
dan bentuk pertanyaan (terbuka atau tertutup)
4.
Pertanyaan
tidak mendua.
5.
Tidak
menanyakan yang sudah lupa.
6.
Pertanyaan
tidak menggiring.
7.
Panjang
pertanyaan (max 30 pertanyaan)
8.
Urutan
pertanyaan (dari mudah ke sulit)
9.
Prinsip
pengukuran
10.
Penampilan
fisik angket.
4. Pemeriksaan
Dokumen (Documentary Analysis)
Evaluasi mengenai kemajuan,
perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji (teknik non
tes) juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan melakukan pemeriksaan
dokumen-dokumen, misalnya dokumen yang memuat informasi mengenai daftar pribadi
(personality infentory); seperti kapan peserta didik dilahirkan, agama
yang dianut dan lain-lain, dan juga mengenai riwayat hidup (auto biografi)
seperti: apakah ia pernah tinggal kelas, apakah ia pernah meraih atau
mendapatkan penghargaan dan masih banyak lagi yang lainya.
Informasi-informasi tersebut
dapat diperoleh melalui sebuah dokumen berbentuk formulir atau blanko isian
yang harus diisi pada saat peserta didik untuk pertama kali diterima sebagai
siswa di sekolah yang bersangkutan.
Berbagai informasi, baik
mengenai peserta didik orang tua dan lingkunganya pada saat tertentu akan
sangat dibutuhkan sebagai bahan pelengkap bagi pendidik dalam melakukan
evaluasi hasil belajar terhadap peserta didiknya.[9]
Melalui analisis dokumen data pribadi dapat memberikan sumber keterangan
untuk mengadakan penilaian tentang data pribadi siswa, memberikan bimbingan
belajar secara optimal dan mengarahkan pilihan karir jabatan dimasa mendatang.[10]
5. Skala Sikap
a. Bentuk-bentuk skala sikap
Bentuk skala
sikap yang dapat di pergunakan dalam pengukuran bidang pendidikan yaitu:[11]
1. Skala Likert
Skala likert
ialah skala yang dapat di pergunakan untuk mengukur sikap,pendapat,dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena
pendidikan. Skala ini memuat item yang diperkirakan sama dalam sikap atau beban
nilainya, subjek merespon dengan berbagai tingkat intensitas berdasarkan
rentang skala antara dua sudut yang berlawanan, misalnya:
Setuju – tidak setuju
Suka – tak suka
Menerima –menolak
Model skala ini banyak digunakan dalam
kegiatan penelitian, karena lebih mudah mengembangkannya dan interval skalanya
sama.
Contoh:
Semua peserta latihan dapat menyusun
program studinya sendiri.
Alternatif jawaban :
Sangat setuju ( SS ), Setuju ( S ),
Ragu-Ragu ( RR ), Sangat Tidak Setuju ( STS )
2. Skala Guttman
Skala guttman yaitu skala yang mengiginkan
tipe jawan tegas, seperti jawaban benar salah,ya – tidak, pernah – tidak
pernah,positif- negatif, tinggi –rendah, baik –buruk, dan seterusnya.pada skala
Guttman ada dua interval yaitu setuju dan tidak setuju.selain dapat dibuat
dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda, skala Guttman dapat juga dibuat dalam
bentuk daftar checklist.
3. Skala Semantik
Differensial
Skala Semantik differensial yaitu skala untuk mengukur
sikap,tetapi bentuknya bukan pilihan ganda atau checklis, tetapi tersusun dalam
satu garis kontinum dimana jawaban yang sangat positif terletak dibagian kanan
garis,dan jawaban negatif disebelah kiri garis, atau sebaliknya.
Data yang diperoleh melalui
pengukuran dengan skala semantik differensial adalah data interval. Skala ini
digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki
seseorang. Sebagai contoh penggunaan skala semantik differensial ialah menilai
gaya kepemimpinan kepala sekolah.
4. Rating Scale
Data –data skala yang diperoleh melalui
tiga macam skala diatas adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan.
Berbeda dengan rating scale,data yang diperoleh adalah data kuanitatif(angka)
yakng kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Skala ini lebih fleksibel,
tidak saja untuk mengukur sikap tetapi juga digunakan untuk mengukur persepsi
responden terhadap fenomena lingkungan, seperti skala untuk mengukur status
sosial ekonomi, pengetahuan,kemampuan,dan lain-lain.
b. Langakah-langkah
Penyusunan Item Untuk Skala Sikap
Pada garis besarnya penysunan
item untuk skala, perlu ditempuh langkah – langkah sebagai berikut[12]:
1.
Tentukan
obyek atau gejala apa
2.
Rumuskan perilaku apa yang mengacu sikap apa terhadap
obyek atau gejala tersebut
3.
Rumuskan karakteristik dari perilaku sikap tersebut
4.
Rincilah lebih lanjut tiap karekteristik menjdi
sejumlah atribut yang lebih speifik.
5.
Tentukan indikator penilaian terhadap setiap atribut
tersebut
6.
Sususnlah perangkat item sesuai dengan indikator yang
telah dirumuskan
7.
suatu skala terdiri dari antara 20 sampai dengan 30
item
8.
Susunlah item tersebut, yang terdiri dari separuhnya
dalam bentuk pernyataan positif dan separuhnya dalam bentuk pernyataan negatif
9.
Tentukan banyak skala: lima atau tujuh atau sebelas alternatif
10. tentukan
bobot nilai bagi tiap skalanya. Misalnya 4,3,2,1.0 untuk lima nilai skala, sebagai dasar perhitungan
kuantitatif.
6. Teknik evaluasi
partisipatif
Teknik-teknik evaluasi partisipatif disini maksudnya adalah bahwa
evaluator melibatkan langsung subjek yang di evaluasi baik dalam perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian evaluasi.[13]
Teknik-teknik tersebut
diantaranya:
a.
Teknik respon terperinci ( itemized
responsee).
Teknik ini pada umumnya digunakan untuk mengevaluasi proses pembelajaran
yang mencakup materi atau bahan pelajaran, proses pembelajaran, keluaran atau
dampak pembelajaran. Pengembangan teknik ini menuntut keterlibatan
subjek-subjek yang dievaluasi secara sungguh-sungguh. Efektifitas teknik
dipengaruhi oleh sejauh mana pengalaman dan kepentingan pihak yang dievaluasi erat
hubunganya dengan unsur-unsur program yang sedang dikaji.
Dalam menggunakan teknik respon terperinci evaluator membuat dua kolom
dan lajur pada sehelai kertas lebar atau papan tulis. Pada kolom sebelah kiri
ditulis sebuah pernyataan yang berbunyi: “hal-hal yang telah dianggap baik
tentang materi atau proses pembelajaran yang baru dilakukan. Pada kolom kiri
ditulis “hal-hal yang masih perlu dikembangkan dalam materi astau proses
pembelajaran yang baru dilakukan.
Untuk mengisi kedua kolom tersebut diatas para subjek yang dievaluasi
diminta mengajukan pendapat untuk mengisi kolom sebelah kiri sampai selesai,
kemudian dilanjutkan yang sebelah kanan. Dan setiap siswa mendapat kesempatan
yang sama untuk menjawabnya.
Setelah semua kolom terisi, selanjutnya dapat ditanyakan kepada semua
subjek tentang jawaban mana yang dianggap prioritas berdasarkan ranking yang
disusun sesuai pendapat para subjek.
b. Teknik
cawan iklan (fish-bowl technique).
Teknik cawan iklan adalah teknik yang digunakan dalam evaluasi dengan
mengamati kegiatan diskusi yang sedang berlangsung. Subjek dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok lingkaran dalam misalnya terdiri dari 7 orang dan
kelompok lingakaran luar misalnya terdiri dari 13 orang.
Tempat duduk lingakaran dalam bertugas melakukan diskusi tentang berbagai
topik topik, yang dipimpin oleh ketua kelompok. Kemudian tempat duduk lingkaran
luar disusun melingkar diluar kelompok lingkaran dalam. Tugasnya adalah
mengamati diskusi yang dilakukan subjek pada lingkaran dalam. Apabila ada
subjek dari kelompok lingkaran luar ingin bicara dilingkaran dalam maka
bersangkutan harus bertukar tempat dengan seoarang yang berada dilingkaran
dalam dengan cara memberi isyarat, misalnya menyentuh bahu temanya.
Teknik cawan iklan ini dapat menumbuhkan kegiatan evaluasi yang gembira,
aktif, saling belajar, dan mengharuskan peserta terlibat dalam diskusi,
mendengarkan dan mengamati.
7. Studi
Kasus
Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seorang individu
yang dipandang mengalami suatu kasus tertentu. Kelebihan studi kasus dan studi
lainya adalah bahwa subjek dapat dipelajari secara mendalam dan menyeluruh.
Namun, kelemahanya sesuai dengan sifat studi kasus bahwa informasi yang
diperoleh sifatnya subjektif, artinya hanya untuk individu yang bersangkutan
dan belum tentu dapat digunakan untuk kasus yang sama pada individu yang lain.
Pada umunya permasalahanya berkenaan dengan kegagalan belajar, tidak dapat
menyesuaikan diri, gangguan emosional, frustasi dan sering membolos serta
kelainan-kelainan perilaku siswa.[14]
8. Sosiometri
Salah satu cara untuk megetahui kemampuan siswa dalam menyesuaikan
dirinya terutama hubungan sosial siswa dengan teman sekelasnya, adalah teknik
sosiometri. Dengan teknik sosiometri dapat diketahui posisi seorang siswa dalam
hubungan sosialnya dengan siswa lain.[15]
Sosiometri dapat dilakukan dengan cara menugaskan kepada semua siswa
dikelas tersebut untuk memilih satu atau dua temanya yang paling
dekat atau paling akrab. Usahakan dalam memilih kesempatan tersebut agar tidak
ada siswa yang berusaha melakukan kompromi untuk saling memilih supaya pilihan
tersebut bersifat netral, tidak diatur sebelumnya. Tulislah nama pilihan
tersebut pada kertas kecil, kemudian digulung dan dikumpulkan oleh guru,
setelah seluruhnya terkumpul guru mengolahnya dengan dua cara. Cara pertama
melukiskan alur-alur pilihan dari setiap siswa dalam bentuk diagram
sehingga terlihat hubungan antar siswa berdasarkan pilihanya, dengan hasil
pilihan tersebut dinamakan sosiogram.
Dengan demikian, hasil dari sosiometri dapat dijadikan bahan bagi guru
dalam mempelajari para siswanya terutama dalam menganalisis sebab-sebab seorang
siswa termasuk kedalam siswa yang disenangi, atau sebaliknya menjadi yang
terisolasi. Dengan perkataan lain sosiometri dapat digunakan sebagai salah satu
alat dalam menemukan kasus-kasus siswa disekolah dilihat dari hubungan
sosialnya, dan dijadikan alat untuk melengkapi data mengenai perkembangan
siswa.
III. KESIMPULAN
Dari uraian
makalah diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
- Teknik evaluasi nontes berarti melaksanakan penilaian dengan tidak mengunakan tes.
- Teknik non tes pada umumnya memegang peranan penting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah sikap (affective domain) dan ranah ketrampilan (Psychomotoric domain).
- Teknik non tes dapat dilakukan dengan pengamatan secara sistematis, melakukan wawancara, menyebar angket, dan memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen, dan juga dapat dilakukan dengan teknik skala sikap, teknik evaluasi partisipatif, studi kasus dan sosiometri.
DAFTAR
PUSTAKA
Anas Sudiyono, Pengantar
Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2007)
Athok Fuadi, System
Pengembangan Evaluasi, (Surabaya
:Ponorogo Press , 2006),
Djuju sujana, Evaluasi
Program Pendidikan Luar Sekolah; untuk Pendidikan Non Formal dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006)
H. Djaali dan Pudji
Mulyono, Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan , (Jakarta: PT Grasindo,
2008)
Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 1991)cet. Ke-3
Oemar Hamalik, Teknik
Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan. (Bandung: Mandar Maju, 1989)
http://eduklinik.info/2011/03/30/instrumen-non-tes/
akses 13 Okt 2011
http://evaluasipendidikan.blogspot.com/2009/01/teknik-evaluasi-nontespengamatan.html
Akses tgl 13 okt 2011
[1]. Anas
Sudiyono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 15
[2]. http://eduklinik.info/2011/03/30/instrumen-non-tes/ akses 13 Okt 2011
[3] Anas
Sudiyono, Op.cit
[4]http://evaluasipendidikan.blogspot.com/2009/01/teknik-evaluasi-nontespengamatan.html
Akses tgl 13
okt 2011
[7] Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 1991)cet. Ke-3, hlm. 69
[9] Anas Sudiyono, Op. Cit. h. 90
[10] Athok Fuadi, System Pengembangan
Evaluasi, (Surabaya :Ponorogo Press
, 2006), h.13
[11] H. Djaali dan Pudji Mulyono, Pengukuran
Dalam Bidang Pendidikan , (Jakarta: PT Grasindo, 2008), h. 28
[12] Oemar Hamalik, Teknik Pengukuran dan
Evaluasi Pendidikan. (Bandung: Mandar Maju, 1989), h. 108
[13] Djuju sujana, Evaluasi Program Pendidikan
Luar Sekolah; untuk Pendidikan Non Formal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 202
[14] Nana Sudjana, Op. Cit. h. 94
[15] Nana Sudjana, Op. Cit. h. 99