Senin, 30 April 2012
Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini/ Taman Kanak-Kanak
Dalam program pendidikan anak usia dini hendaklah terjadi pemenuhan berbagai macam kebutuhan anak, mulai dari kesehatan, nutrisi, dan stimulasi pendidikan, juga harus dapat memberdayakan lingkungan masyarakat di mana anak tersebut tinggal. Prinsip pelaksanaan program pendidikan anak usia dini harus mengacu pada prinsip umum yang terkandung dalam Konvensi Hak Anak, yang meliputi:
a. Nondiskriminasi, sehingga semua anak dapat mengecap pendidikan usia dini tanpa membedakan suku bangsa, jenis kelamin, bahasa, agama, tingkat sosial, serta kebutuhan khusus setiap anak.
b. Dilakukan demi kebaikan terbaik untuk anak (the best interest of the child), bentuk pengajaran, kurikulum yang diberikan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif, emosional, konteks sosial budaya di mana anak-anak hidup.
c. Mengakui adanya hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan yang sudah melekat pada anak.
d. Penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the views of the child), pendapat anak terutama yang menyangkut kehidupannya perlu mendapatkan perhatian dan tanggapan.
Prinsip pelaksanaan kegiatan pendidikan anak usia dini harus sejalan pula dengan prinsip pelaksanaan keseluruhan proses pendidikan, seperti yang dikemukakan oleh Damanhuri Rosadi delapan prinsip tersebut adalah:
a. Pengembangan diri, pribadi, karakter, serta kemampuan belajar anak diselenggarakan secara tepat, terarah, cepat dan berkesinambungan.
b. Pendidikan dalam arti pembinaan dan pengembangan anak mencakup upaya meningkatkan sifat mampu mengembangkan diri dalam anak.
c. Pemantapan tata nilai yang dihayati oleh anak sesuai sistem tata nilai hidup dalam masyarakat, dan dilaksanakan dari bawah dengan melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat.
d. Pendidikan anak adalah usaha sadar, usaha yang menyeluruh, terarah, terpadu, dan dilaksanakan secara bersama dan saling menguatkan oleh semua pihak yang terpanggil.
e. Pendidikan anak adalah suatu upaya yang berdasarkan kesepakatan sosial seluruh lapisan dan golongan masyarakat.
f. Anak mempunyai kedudukan sentral dalam pembangunan, di mana TK memiliki makna strategis dalam investasi pembangunan sumber daya manusia.
g. Orang tua dengan keteladanan adalah pelaku utama dan pertama komunikasi dalam TK.
h. Program TK harus melingkupi inisiatif berbasis oang tua, berbasis masyarakat, dan institusi formal prasekolah.
Keluarga merupakan tempat yang penting bagi pelaksanaan pendidikan anak usia dini, sebab keluarga merupakan tempat pendidikan yang utama dan pertama bagi anak dalam rangka mengembangkan potensi yang dimiliki. Setiap anak pada dasarnya memiliki potensi atau kemampuan untuk berpikir, berkreasi, berkomunikasi dengan orang lain dan potensi lainnya, sehingga untuk mengembangkan potensi tersebut diperlukan adanya bimbingan dan arahan dari orang tua, pendidik atau orang dewasa lainnya, guna mencapai hasil yang maksimal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengembangan potensi tersebut harus dimulai sejak usia dini, sebab pada usia tersebut merupakan dasar untuk perkembangan berpikir pada masa-masa berikutnya.
3. Konsep Kreativitas
Supriadi (2001: 7) menyimpulkan bahwa pada intinya kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa
gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Keberhasilan kreativitas menurut Amabile (Munandar, 2004: 77) adalah persimpangan (intersection) antara keterampilan anak dalam bidang tertentu (domain skills), keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan motivasi intrinsik. Persimpangan kreativitas tersebut - yang disebut dengan teori persimpangan kreativitas (creativity intersection) - dapat digambarkan seperti berikut ini:
Gambar 1. Teori Persimpangan Kreativitas
Sumber: T.M. Amabile
(Munandar, 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat)
Ciri-ciri kreativitas dapat ditinjau dari dua aspek yaitu:
a. Aspek Kognitif. Ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatif//divergen (ciri-ciri aptitude) yaitu: 1) keterampilan berpikir lancar (fluency); (2) keterampilan berpikir luwes/fleksibel (flexibility); (3) keterampilan berpikir orisinal (originality); (4) keterampilan memperinci (elaboration); dan (5) keterampilan menilai (evaluation). Makin kreatif seseorang, ciri-ciri tersebut makin dimiliki. (Williams dalam Munandar, 1999: 88)
b. Aspek Afektif. Ciri-ciri kreativitas yang lebih berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang (ciri-ciri non-aptitude) yaitu: (a) rasa ingin tahu; (b) bersifat imajinatif/fantasi; (c) merasa tertantang oleh kemajemukan; (d) sifat berani mengambil resiko; (e) sifat menghargai; (f) percaya diri; (g) keterbukaan terhadap pengalaman baru; dan (h) menonjol dalam salah satu bidang seni (Williams & Munandar, 1999).
Torrance dalam Supriadi (Adhipura, 2001: 47) mengemukakan tentang lima bentuk interaksi guru dan siswa di kelas yang dianggap mampu mengembangkan kecakapan kreatif siswa, yaitu: (1) menghormati pertanyaan yang tidak biasa; (2) menghormati gagasan yang tidak biasa serta imajinatif dari siswa; (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar atas prakarsa sendiri; (4) memberi penghargaan kepada siswa; dan (5) meluangkan waktu bagi siswa untuk belajar dan bersibuk diri tanpa suasana penilaian.
Hurlock pun (1999: 11) mengemukakan beberapa faktor pendorong yang dapat meningkatkan kreativitas, yaitu: (1) waktu, (2) kesempatan menyendiri, (3) dorongan, (4) sarana, (5) lingkungan yang merangsang, (6) hubungan anak-orangtua yang tidak posesif, (7) cara mendidik anak, (8) kesempatan untuk memperoleh pengetahuan.
Amabile (Munandar, 2004: 223) mengemukakan empat cara yang dapat mematikan kreativitas yaitu evaluasi, hadiah, persaingan/kompetisi antara anak, dan lingkungan yang membatasi. Sementara menurut Torrance dalam Arieti yaitu: (1) usaha terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi; (2) pembatasan terhadap rasa ingin tahu anak; (3) terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan seksual; (4) terlalu banyak melarang; (5) takut dan malu; (6) penekanan yang salah kaprah terhadap keterampilan verbal tertentu; dan (7) memberikan kritik yang bersifat destruktif (Adhipura, 2001: 46).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar