oleh Jasa Fadilah Ginting
Sebagai sebuah konsep yang mesti dituangkan dalam sistem kurikulum, pendidikan agama Islam berwawasan multikultural secara umum menggunakan berbagai pendekatan (approaches) dan metode yang beragam.
Pendekatan-pendekatan yang mungkin dapat dilakukan dalam mengimplementasikan pendidikan agama (Islam) berbasis multikultural adalah (1) Pendekatan Historis, (2) Pendekatan Sosiologis, (3) Pendekatan kultural, (4) Pendekatan psikologis, (5) Pendekatan estetik, dan (6) Pendekatan Berperspektif Gender.[1] Keenam pendekatan ini sangat memungkinkan untuk terciptanya kesadaran pluralistic multikultural dalam pendidikan agama (Islam) serta dalam penerapannya sangatlah mungkin diterapkan secara integratif, sehingga sangat memungkinkan pula untuk terbentuknya suatu bentuk pendekatan baru.
Sedangkan metode yang umum digunakan dalam pelaksanaan pendidikan multikultural (sehingga dapat juga digunakan dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam berwawasan multikultural) antara lain adalah (1) Metode Kontribusi; (2) Metode Pengayaan; (3) Metode Transformasi; (4) Metode Pembuatan Keputusan dan Aksi Sosial.[2]
Pendekatan dan metode-metode di atas, dalam aplikasinya tidak dapat diberi batasan dengan tegas, dalam arti semua pendekatan dan metode tersebut dapat diaplikasikan secara simultan dan integratif dalam suatu proses pembelajaran. Di antara implementasi dari aplikasi simultan dan integral pendekatan dan metode di atas adalah terwujudnya cooperative teaching (pembelajaran kooperatif)[3], yang sangat memungkinkan terdidik berkomunikasi interaktif satu dengan yang lainnya dengan optimal sehingga terwujud kesalingterbukaan dan kesalingpemahaman secara proporsional.
[1] Zuly Qodir, “Pendidikan Islam Transformatif: Upaya Menyingkap Dimensi Pluralis dalam Pendidikan Akidah Akhlak”, Tashwirul Afkar ( Edisi No. 11 Tahun 2001), 38-43
[2] Suparta, Mundzier. Islamic Multicultural Education: Sebuah Refeleksi atas Pendidikan Agama Islam di Indonesia. (Jakarta: Al-Ghazali Center, 2008),h. 137-140
[3] Suatu pembelajaran dapat diidentifikasi sebagai pembelajaran kooperatif jika memiliki beberapa karakteristik. Pertama, adanya saling ketergantungan positif (positive interdependence). Kedua, adanya interaksi tatap muka yang membangun (face to face promotive interaction). Ketiga, adanya pertanggungjawaban secara individual (individual accountability). Keempat, terwujudnya keterampilan sosial (social skills), dan kelima, masing-masing kelompok mendiskusikan kemajuan mereka dan memberikan masukan, sehingga masing-masing mampu meningkatkan diri (groups process their effectiveness. Periksa Zainal Abidin, ed. Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Multikulturalisme (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2009), 211
Tidak ada komentar:
Posting Komentar