Oleh
Jasa Fadilah Ginting
BAB I
PENDAHULUAN
Pembelajaran adalah suatu proses yang dinamis, berkembang secara terus-menerus sesuai dengan pengamalan peserta didik. Semakin banyak pengalaman yang dilakukan peserta didik, maka akan semakin kaya, luas dan sempurna pengetahuan mereka. Namun sebagian guru di kelas mengajar dengan cara berceramah dalam menyampaikan materi pelajaran untuk mengejar target kurikulum yang ada. Jarang ada guru yang menggunakan cara pengajarannya dengan eksplorasi dan eksperimentasi untuk meningkatkan kemampuan anak dengan alasan klise bahwa waktu yang diperlukan sangat terbatas dan materi pelajaran yang perlu diberikan sangat banyak sehingga memunculkan rasa jenuh pada anak didik.
Dengan adanya reformasi pendidikan menuntut adanya cara berpikir dan bertindak yang berbeda dari apa yang telah ada, dengan mengadakan diagnosis secara menyeluruh atau perubahan paradigma dengan pendekatan yang sistematik. Pengalaman yang diperoleh peserta didik dari hasil pemberitahuan orang lain seperti hasil dari penuturan guru, hanya akan mampir sesaat untuk diingat dan setelah itu dilupakan. Oleh sebab itu, dalam kontek KTSP, membelajarkan tidak cukup hanya dengan memberitahukan akan tetapi mendorong peserta didik untuk melakukan suatu proses melalui berbagai aktivitas yang dapat mendukung terhadap pencapaian kompetensi.
Setiap aktivitas termasuk berbagai karya yang dihasilkan peserta didik dari suatu proses pembelajaran, perlu di monitor, diberi komentar, dikritik dan diberi catatan perbaikan oleh setiap guru secara terus-menerus. Melalui proses monitoring yang terus menerus itulah pengalaman belajar peserta didik akan terus disempurnakan hingga pada akhirnya akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik dan lebih sempurna. Inilah hakekat pembelajaran melalui pengalaman. Untuk memunculkan kreatifitas peserta didik serta dapat melihat hasil karya yang mereka lakukan di kelas ataupun di luar kelas, maka digunakanlah satu bentuk model pembelajaran yakni Model Pembelajaran Berbasis Portofolio. Dengan model ini diharapkan dapat menjawab hal-hal yang diinginkan peserta didik dalam bentuk pengumpulan kreatifitas serta memudahkan penilaian yang oleh guru atau tim juri secara transparan atas berkas yang telah tersusun dalam bundel- bundel setiap anak didik.
BAB II
MODEL PEMBELAJARAN
BERBASIS PORTOFOLIO
A. Pengertian Portofolio.
Istilah portofolio berasal dari kata kerja ‘potare’ berarti membawa dan kata benda bahasa latin ‘foglio’, yang berarti lembaran atau ‘kertas kerja’. Portofolio tempat berisikan benda pekerjaan, lembaran, nilai dan profesional. Dalam konteks penelitian ini Portofolio adalah koleksi berharga dan berguna berisikan pekerjaan peserta didik yang menceritakan atau menerangkan sejarah prestasi atau pertumbuhan peserta didik. Portofolio umumnya suatu fakta bahwa peserta didik mengumpulkan, menseleksi dan merefleksi penilaiannya (Sharp, 2006:1).
Portofolio merupakan terjemahan dari bahasa Inggris ‘portfolio’, yang berarti kumpulan berkas atau arsip yang disimpan dalam kemasan berbentuk jilid (bundle) ataupun diarsip dalam file khusus (map) , sedangkan menurut Dasim Budimansyah, bahwa portofolio merupakan suatu kumpulan pekerjaan peserta didik dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang ditentukan. Portofolio dalam dunia pendidikan adalah merupakan sekumpulan informasi pribadi yang merupakan catatan dan dokumentasi atas pencapaian prestasi peserta didik dalam pendidikannya. Portofolio untuk tingkat TK, SD, SMP dan SMA dipandang sebagai kumpulan seluruh hasil dan prestasi belajar peserta didik. Dokumen setelah terkumpul lalu diseleksi yang akhirnya membuat refleksi pribadi. Penilaian ini dianggap sebagian peneliti pendidikan adalah penilaian alternatif di dunia modern dan jauh lebih reliable dan valid daripada penilaian baku.
Portofolio tidak hanya merupakan tempat penyimpanan hasil pekerjaan peserta didik tetapi merupakan sumber informasi untuk guru dan peserta didik. Portofolio dapat memberikan bahan tindak lanjut dari suatu pekerjaaan yang telah dilakukan peserta didik sehingga guru dan peserta didik berkesempatan untuk mengembangkan kemampuannya.
B. Fungsi Portofolio
Portofolio dapat berfungsi sebagai alat untuk melihat perkembangan tanggung jawab peserta didik dalam belajar, perluasan dimensi belajar, pembaharuan kembali proses belajar mengajar dan pengembangan pandangan peserta didik dalam belajar. Portofolio dapat digunakan sebagai alat pengajaran juga sebagai alat penilaian. Asesmen portofolio digunakan juga untuk tujuan penilaian sumatif pada akhir semester atau pada akhir tahun pelajaran. Hasil asesmen portofolio sebagai alat sumatif ini dapat digunakan untuk mengisi angka raport peserta didik yang menunjukkan prestasi peserta didik dalam mata pelajaran. Selain itu, tujuan penilaian dengan menggunakan portofolio adalah untuk memberikan informasi kepada orang tua tentang perkembangan peserta didik secara lengkap dengan dukungan data dan dokumen yang akurat.
C. Penilaian Portofolio.
Portofolio dapat diartikan sebagai kumpulan karya yang disusun secara sistematis dan terorganisir sebagai hasil dari usaha pembelajaran dalam waktu tertentu. Melalui hasil karya tersebut guru dapat melihat perkembangan peserta didik baik dalam aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan sebagai bahan penilaian. Hasil karya yang dihasilkan bisa yang dikerjakan di dalam kelas (artifact), atau bisa juga hasil di luar kelas (reproduction). Hasil karya itu kemudian disebut evidence. Melalui evidence, peserta didik dapat mendemonstrasikan untuk kerja kepada orang lain baik tentang pengetahuan, sikap maupun keterampilan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Penilaian portofolio memiliki beberapa manfaat diantaranya:
1. Dapat memberikan gambaran yang utuh tentang perkembangan kemampuan peserta didik. Artinya melalui penilaian portofolio, informasi yang didapatkan bukan hanya sekedar pengetahuan saja, akan tetapi juga sikap dan keterampilan.
2. Merupakan penilaian yang autentik. Artinya memberikan gambaran nyata tentang kemampuan peserta didik yang sesungguhnya. Melalui dokumen itulah gambaran kemampuan peserta didik yang sesungguhnya.
3. Merupakan teknik penilaian yang dapat mendorong peserta didik pada pencapaian yang lebih baik dan lebih sempurna, belajar optimal, tanpa merasa tertekan. Sebab penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan secara terus-menerus. Setiap hasil kerja peserta didik di monitor dan diberi komentar.
4. Penilaian portofolio dapat mendorong para orang tua peserta didik untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Hal ini disebabkan setiap perkembangan digambarkan melalui hasil peserta didik , dan orang tua dimintai komentarnya.
D. Prinsip-Prinsip Portofolio
Dalam proses belajar secara umum berlaku prinsip kesiapan (readiness), prinsip motivasi (motivation), prinsip persepsi, prinsip tujuan, prinsip perbedaan individual, prinsip transfer dan retensi, prinsip belajar kognitif, prinsip belajar afektif, prinsip belajar psikomotor, serta prinsip evaluasi. Berbagai pendekatan pembelajaran yang inovatif, seperti pembentukan kelompok belajar (group learning) tutorial sejawat (peer learning), belajar madiri (independent learning), dan lain sebagainya yang intinya adalah meningkatkan aktivitas peserta didik untuk belajar dan mengurangi aktivitas guru untuk mengajar, perlu dikembangkan dan ditingkatkan penggunaannya.
1. Prinsip belajar siswa aktif (student active learning).
Aktivitas peserta didik hampir di seluruh proses pembelajaran dari mulai fase perencanaan di kelas, kegiatan lapangan, dan pelaporan. Pada fase pelaporan aktivitas mereka terfokus pada pembuatan portofolio kelas. Segala bentuk data dan informasi disusun secara sistematis dan disimpan pada sebuah bundel (portofolio seksi dokumentasi). Adapun data dan informasi yang paling penting dan menarik (eyes catching) ditempel pada portopolio seksi penayangan, yaitu papan panel yang terbuat dari kardus bekas atau bahan lain yang tersedia. Setelah portofolio selesai dibuat, dilakukanlah public hearing dalam kegiatan show-case di hadapan dewan juri. Kegiatan ini merupakan puncak penampilan peserta didik di hadapan dewan juri.
2. Kelompok belajar kooperatif (cooperative learning),
Yaitu proses pembelajaran yang berbasis kerjasama antar peserta didik dan antar kelompok lain di sekolah, termasuk kerja sama sekolah dengan orang tua peserta didik dan lembaga terkait. Kerja sama antar peserta didik jelas terlihat pada saat kelas sudah memilih satu masalah untuk bahan kajian bersama. Semua pekerjaan disusun, orang-orangnya ditentukan, siapa mengerjakan apa, merupakan satu bentuk kerjasama itu.
3. Pembelajaran Partisipatorik
Model pembelajaran Berbasis Portofolio juga menganut prinsip dasar pembelajaran partisipatorik, sebab melalui model ini peserta didik belajar sambil melakoni (learning by doing). Salah satu bentuk pelakonan itu adalah peserta didik belajar hidup berdemokrasi. Mengapa terdapat pelakonan hidup berdemokrasi? Sebab dalam setiap langkah dalam model ini memiliki makna yang ada hubungannya dengan praktek hidup berdemokrasi. Sebagai contoh pada saat memilih masalah untuk kajian kelas memiliki makna bahwa peserta didik dapat menghargai dan menerima pendapat yang didukung suara terbanyak. Pada saat berlangsungnya perdebatan, peserta didik belajar mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menyampaikan kritik, dengan tetap berkepala dingin. Proses ini mendukung adagium yang menyatakan bahwa “democrascy is not in heredity but learning” (demokrasi itu tidak diwariskan, tetapi dipelajari dan dipahami). Oleh karena itu mengajarkan demokrasi itu harus dalam suasana yang demokrasi dan untuk mendukung kehidupan yang demokratis (teaching democracy in and for democracy). Tujuan ini hanya dapat dicapai dengan sambil melakoni atau dengan kata lain harus menggunakan prinsip belajar partisipatorik.
4. Reactive Teaching.
Untuk menerapkan model pembelajaran berbasis portofolio guru perlu menciptakan strategi yang tepat agar peserta didik mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Motivasi yang seperti ini akan dapat tercipta kalau guru dapat meyakinkan peserta didik tentang kegunaan materi pelajaran bagi kehidupan nyata. Demikian juga, guru harus dapat menciptakan situasi sehingga materi pelajaran selalu menarik, tidak membosankan. Guru harus punya sensitivitas yang tinggi untuk segera mengetahui apakah kegiatan pembelajaran sudah membosankan peserta didik. Jika hal ini terjadi, guru harus segera mencari cara untuk menanggulanginya. Ini tipe guru yang reaktif itu.
5. Joyfull Learning.
Model pembelajaran berbasis portofolio menganut prinsip dasar bahwa belajar itu harus dalam suasana yang menyenangkan (joyfull learning). Melalui model ini para siswa diberi keleluasaan untuk memilih tema belajar yang menarik bagi dirinya. Misalnya kelas yang sedang mempelajari PAI merencanakan membuat proyek belajar, yaitu mengidentifikasi sejumlah masalah aktual yang ada di masyarakat, kemudian memilih salah satu diantaranya untuk bahan kajian kelas. Fase selanjutnya mereka terjun ke masyarakat mencari data dan informasi untuk memecahkan masalah tersebut. Pengalaman terjun ke masyarakat adalah salah satu pengalaman belajar riil yang menyenangkan bagi mereka, disamping melatih sejumlah kompetensi untuk hidup di masyarakat, seperti misalnya memiliki kemampuan melakukan wawancara, melakukan observasi, membuat laporan perjalanan, mampu bergaul dengan masyarakat, menyelami aspirasi mereka, dan sebagainya. Kompetensi-kompetensi tersebut kelak di kemudian hari sangat bermanfaat bagi para peserta didik untuk hidup di masyarakat.
E. Keunggulan Dan Kelemahan Portopolio.
Adapun keunggulan model pembelajaran portofolio ini adalah:
1. Hak otonomi mengajar pada guru dalam mengembangkan kemampuan, kemauan, daya nalar, serta fungsi perannya sebagai fasilitator, mediator, motivator, Dan rekonstruktor pembelajaran di dalam kelas, tukar pendapat, informasi, pengetahuan untuk meningkatkan daya nalar dan pengetahuan dengan rekan guru melalui KKG PAI Tkt SD atau MGMP PAI di Tkt SMP.
Adapun Kelemahan model pembelajaran portofolio ini adalah:
1. Kurangnya pengetahuan/daya nalar guru yang bersangkutan, belum diberikannya hak otonomi mengajar sebagai pengembang kurikulum praktis di kelas; dan diperlukan tenaga dan biaya yang cukup besar;
2. Belum terbiasanya pembiasaan jalinan kerjasama kelompok tim peserta didik, dengan kesadaran, karena jika ide atau gagasan terlalu banyak dan tidak dapat dipertemukan, masalah akan sulit dipecahkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Portofolio dalam dunia pendidikan adalah merupakan sekumpulan informasi pribadi yang merupakan catatan dan dokumentasi atas pencapaian prestasi peserta didik dalam pendidikannya. Portofolio untuk tingkat TK, SD, SMP dan SMA dipandang sebagai kumpulan seluruh hasil dan prestasi belajar peserta didik. Dokumen setelah terkumpul lalu diseleksi yang akhirnya membuat refleksi pribadi.
2. Prinsip dasar pelaksanaan portofolio dengan menggunakan prinsip belajar peserta didik yang berperan aktif, kelompok belajar kooperatif, pembelajaran partisipatorik dan reactive teaching.
3. Prinsip penilaian portofolio dengan penilaian dan hasil secara berkesinambungan, adil dan penilaian implikasi social belajar para peserta didik.
B. Saran- saran
Dalam pelaksanaan Model pembelajaran Portofolio ini hendaknya:
1. Memberikan hak otonomi mengajar, sehinga guru masih terikat pada keharusan sebagai pelaksanan kurikulum, sedangkan guru harus dapat menjadi pengembang kurikulum praktis di dalam kelas.
2. Guru memiliki kesadaran dalam mengembangkan kemampuan dan kemauan dalam melaksanakan fungsi perannya serta dukungan moril serta bantuan dana dari pihak sekolah, dan menjalin kerjasama dengan masyarakat sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Budimansyah, Dasim, Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio, Genesindo, Bandung: 2002
_______, Model Pembelajaran Portofolio PAI, Genesindo, Bandung: 2007.
Salma Prawiradilaga, Dewi, Mozaik Tekhnologi Pendidikan, UNJ, Jakarta: 2008
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, kencana, Jakarta: 2010
Sanjaya, Wina, Kurikulum Dan Pembelajaran, Kencana, Jakarta: 2010
Karwono, Belajar dan Pembelajaran serta Pemanfaatan Sumber Belajar, Cerdas Jaya: 2010
Yusufhadi Miarso, Menyemai Benih Tekhnologi Pendidikan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta: 2009
http://Adesanjaya.blogspot.com/2011/01/fungsi-dan-tujuan-penilaian-portofolio.html
http://bp2kbpwidisumut.blogspot.com/2010/02/pengertian-portofolio. html
http://Adesanjaya.blogspot.com/2011/01/pengertian-portofolio.html
Sabtu, 30 April 2011
PENGEMBANGAN MEDIA AUDIO – VISUAL DALAM PEMBELAJARAN
Oleh
Jasa Fadilah Ginting
BAB I
PENDAHULUAN
Renovasi ilmu pengetahuan dan tekhnologi, perubahan masyarakat, pemahaman cara belajar anak, kemajuan media komunikasi dan informasi dan lain sebagainya member arti tersendiri bagi kegiatan pendidikan. Akibat perkembangan tersebut menjadikan sebuah tantangan bagi dunia pendidikan, untuk mempersiapkan diri dalam hal kegiatan Proses belajar mengajar, dan salah satunya adalah media pembelajaran.
Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar terjadi. Jadi, media dirancang sedemikaian rupa agar dapat menarik perhatian siswa sehingga siswa dapat dengan mudah memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru mereka.
Sekarang ini, sudah banyak sekali media yang digunakan dalam proses pembelajaran. Ada yang berbentuk cetakan, audio, audio visual, juga Tekhnologi komputer. Walaupun demikian, masih banyak juga yang hanya menggunakan teknik yang kuno, misalnya dengan cara lisan, atau bahkan hanya dengan menyuruh para siswa membaca sendiri buku atau mencarinya sendiri dari sumber-sumber lain.
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medius” yang secara harfiah berarti “tengah, perantara atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran. Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Sedangkan, National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke –20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet.
Media pembelajaran adalah penyalur atau penghubung pesan ajar yang diadakan dan/atau diciptakan secara terencana oleh para guru ataua pendidik. Berdasarkan pemahaman tersebut, guru tidaklah dipahami sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi dengan posisinya sebagai peran penggiat, ia pun harus mampu merencanakan dan menciptakan sumber-sumber belajar lainnya sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif. Disinilah penulis akan memafarkan media pembelajaran dalam bentuk audio-visual yang memanfaatkan pendengaran dan penglihatan. Dengan tulisan ini diharapkan para guru dapat bekerja semakin semangat sehingga tujuan pembelajaran dalam tiap bidang studi dapat tercapai.
BAB II
PENGEMBANGAN MEDIA AUDIO – VISUAL
DALAM PEMBELAJARAN
A. Karakteristik Media Audio-Visual Dalam Pembelajaran
Rudy Bretz mengklasifikasi media menurut ciri utama media menjadi tiga unsur, yaitu suara, visual, dan gerak. Selanjutnya, klasifikasi tersebut dikembangkan menjadi tujuh kelompok, yaitu:
1. Media audio-visual-gerak; merupakan media paling lengkap karena menggunakan kemampuan audio-visual dan gerak.
2. Media audio-visual-diam; memiliki kemampuan audio-visual tanpa kemampuan gerak.
3. Media audio-semi-gerak; menampilkan suara dengan disertai gerakan titik secara linear dan tidak dapat menampilkan gambar nyata secara utuh.
4. Media visual-gerak; memiliki kemampuan visual dan gerakan tanpa disertai suara.
5. Media visual-diam; memiliki kemampuan menyampaikan informasi secara visual tetapi tidak menampilkan suara maupun gerak.
6. Media audio; media yang hanya memanipulasi kemampuan mengeluarkan suara saja.
7. Media cetak; media yang hanya mampu menampilkan informasi berupa huruf-huruf dan simbol-simbol verbal tertentu saja.
Selanjutnya, Rahardjo mengklasifikasi media pengajaran sebagai berikut:
Daftar Kelompok Media Pengajaran
No. Kelompok Media Jenis Media
1 Audio - pita audio (rol ataun kaset)
- piringan audio
- radio (rekaman siaran)
2 Cetak - buku teks terprogram
- buku pegangan (manual)
- buku tugas
3 Audio-cetak - buku latihan dilengkapi kaset atau pita audio
- pita, gambar, bahan dengan suara pita audio
4 Proyeksi visual diam - film bingkai (slide)
- film rangkai (berisi pesan verbal)
5 Proyeksi visual-diam dengan audio - film bingkai (slide)
- film rangkai dengan suara
6 Visual gerak - film bisu dengan judul (caption)
7 Visual gerak dengan audio - film suara
- video
8 Benda - benda nyata
- model tiruan
9 Manusia dan sumber lingkungan -
10 Komputer - program pembelajaran terkomputer
Sumber: Rahardjo (1986:71)
Pemilihan maupun penggunaan media tersebut didasarkan pada prinsip yang telah dikemukakan oleh Rahardjo dan Miarso sebagaimana dijabarkan pada bagian sebelumnya.
Sekalipun efektivitas dan efisiensi media tidak dapat diragukan lagi dalam pengajaran di kelas, pertimbangan lain yang tidak kalah pentingnya adalah faktor aksesibilitas (accessibility) yang menyangkut apakah media tersebut dapat diakses atau diperoleh dengan mudah atau tidak. Hal ini penting mengingat sejumlah media tidak dapat diperoleh karena mahalnya biaya yang harus dikeluarkan. Selain itu, di daerah terpencil, sejumlah media terkadang sulit didapat karena terbatasnya fasilitas transportasi yang tersedia di daerah tersebut, di samping persoalan lainnya, misalnya keamanan, perawatan, dan sebagainya. Sementara itu, dana bantuan dari pemerintah terkadang tidak mampu mengatasi itu semua.
Untuk mengatasi masalah ini, guru hendaknya benar-benar dapat mempertimbangkan kegunaan maupun aksesibilitas media tersebut. Jika suatu media tidak dapat diakses karena alasan tertentu, guru hendaknya mencari dan menemukan alternatif lainnya, misalnya dengan memproduksi sendiri suatu media menurut sarana yang dimilikinya. Hal semacam ini memang memungkinkan untuk dilakukan karena, menurut Rahardjo , media dibedakan menjadi dua macam menurut criteria aksesibilitasnya, yaitu:
a. media yang dimanfaatkan (media by utilization), artinya media yang biasanya dibuat untuk kepentingan komersial yang terdapat di pasar bebas. Dalam hal ini, guru tinggal memilih dan memanfaatkannya, walaupun masih harus mengeluarkan sejumlah biaya.
b. Media yang dirancang (media by design) yang harus dikembangkan sendiri. Dalam hal ini, guru dituntut untuk mampu merancang dan mengembang sendiri media tersebut sesuai dengan sarana dan kelengkapan yang dimilikinya.
Hal terpenting yang harus dilakukan dalam inovasi dan pengembangan media pengajaran adalah bagaimana upaya yang harus dilakukan guna menanamkan sikap inovatif pada guru dan lembaga pendidikan, sebagaimana dinyatakan Wijaya dkk , Upaya ini tentu saja harus dilakukan secara terus menerus agar terjadi kesinambungan dalam inovasi dan pengembangan media. Motivasi dan jiwa inovatif guru hendaknya terpelihara, misalnya melalui pelatihan motivasi maupun pengembangan media pengajaran. Selain itu, dukungan lembaga secara kolektif, dalam hal ini kepala sekolah dan korps guru, diperlukan agar mampu menjadi penyemangat guru. Dukungan fasilitas dari pemerintah juga dapat membantu.
B. Fungsi dan Peran Media Audio Visual Dalam Pembelajaran.
Adapun media pembelajaran memiliki beberapa fungsi, diantaranya :
1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan bertamasya, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta didik ke dalam kelas. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial.
2. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena :
a. obyek terlalu besar
b. obyek terlalu kecil
c. obyek yang bergerak terlalu lambat
d. obyek yang bergerak terlalu cepat
e. obyek yang terlalu kompleks
f. obyek yang bunyinya terlalu halus
g. obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi.
3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan
5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
6. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
8. Media memberikan pengalaman yang integral dari yang konkrit sampai dengan abstrak
Adapun peran media pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Media pembelajaran pada hakikatnya merupakan penyalur pesan-pesan pembelajaran yang disampaikan oleh sumber pesan (guru) kepada penerima pesan (siswa) dengan maksud agar pesan-pesan tersebut dapat diserap dengan cepat dan tepat sesuai dengan tujuannya.
2. Pemahaman terhadap konsep media pembelajaran tidak terbatas hanya kepada peralatan (hardware), tetapi yang lebih utama yaitu pesan atau informasi (software) yang disajikan melalui peralatan tersebut. Dengan demikian konsep media pembelajaran itu mengandung pengertian adanya peralatan dan pesan yang disampaikannya dalam satu kesatuan yang utuh.
3. Guru dapat lebih mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran melalui penggunaan media secara optimal, sebab media ini memiliki fungsi, nilai dan peranan yang sangat menguntungkan, terutama sekali mengurangi terjadinya verbalisme (salah penafsiran) terhadap bahan ajar yang disampaikan pada diri siswa.
4. Ada tiga jenis media pembelajaran yang perlu dipahami oleh para guru, yaitu media visual, media audio, dan media audio-visual. Dari masing-masing jenis media tersebut terdapat berbagai bentuk media yang dapat dikembangkan dalam kegiatan belajar-mengajar. Media mana yang akan digunakan tergantung kepada tujuan yang ingin dicapai, sifat bahan ajar, ketersediaan media tersebut, dan juga kemampuan guru dalam menggunakannya.
5. Setiap media memiliki karakteristik (kelebihan dan keterbatasan), oleh karena itu tidak ada media yang dapat digunakan untuk semua situasi atau tujuan.
Alat pandang dengar atau audio visual yaitu media pengajaran dan media pendidikan yang mengaktifkan mata dan telinga peserta didik dalam waktu proses belajar mengajar yang berlangsung.
C. Pengembangan Media Audio-Visual Dalam Praktek Pembelajaran
Peran guru dalam inovasi dan pengembangan media pengajaran sangat diperlukan mengingat guru dapat dikatakan sebagai pemain yang sangat berperan dalam proses belajar mengajar di kelas, yang hendaknya dapat mengolah kemampuannya untuk membuat media pengajaran lebih efektif dan efisien. Hal ini, menurut Wijaya dkk , disebabkan perkembangan jaman yang terus terjadi tanpa henti dengan kurun waktu tertentu. Lembaga pendidikan hendaknya tidak hanya puas dengan metode dan teknik lama, yang menekankan pada metode hafalan, sehingga tidak atau kurang ada maknanya jika diterapkan pada masa sekarang. Perkembangan jaman yang begitu pesat dewasa ini membuat siswa semakin akrab dengan berbagai hal yang baru, seiring dengan perkembangan dunia informasi dan komunikasi. Karena itu, sangat wajar jika kondisi ini harus diperhatikan oleh guru agar terus mengadakan pembaharuan (inovasi).
Pembaharuan atau inovasi dalam dunia kependidikan sering diartikan sebagai suatu upaya lembaga pendidikan dalam menjembatani masa sekarang dan masa yang akan datang dengan cara memperkenalkan program kurikulum atau metodologi pengajaran yang baru sebagai jawaban atas perkembangan internal dan eksternal dalam dunia pendidikan yang cenderung mengejar efisiensi dan efektivitas.
Pada lembaga pendidikan, faktor yang menjadi penentu keberhasilan tujuan pendidikan adalah guru. Hal ini ditegaskan oleh Samana bahwa guru merupakan faktor utama dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan sekolah yang pada gilirannya akan sangat mempengaruhi kemajuan masyarakat yang menjadi suprasistem sekolah yang bersangkutan. Masyarakat yang semakin rasional dan teknologis semakin membutuhkan jasa sekolah dan atau guru yang bermutu.
Terkait dengan inovasi di bidang media pengajaran, mutu guru akan dapat ditentukan dari seberapa jauh atau kreatif ia dalam pengembangan dan inovasi media pengajaran. Hal ini akan sangat membantu tugasnya sebagai profesional. Menurut Sudarminto , guru yang profesional yaitu guru yang tahu secara mendalam tentang apa yang diajarkannya secara efektif dan efisien. Lebih lanjut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang menjadi Departemen Pendidikan Nasional) melalui Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) telah merumuskan bahwa kompetensi profesional guru menuntut seorang guru untuk memiliki pengetahuan yang luas serta mendalam tentang bidang studi (subject matter) yang diajarkannya beserta penguasaan metodologis, dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritis, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu menggunakannya dalam proses belajar-mengajar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kemampuan guru dalam mengembangkan dan melakukan pembaharuan media pengajaran merupakan salah satu indikator kompetensi profesionalnya.
Konsekuensi yang harus diperhatikan adalah bahwa sikap statis (tidak kreatif) dan cara-cara yang konvensional semua pihak yang terlibat dalam dunia kependidikan, terutama guru, hendaknya dihilangkan. Guru harus aktif mencari dan mengembangkan sistem pendidikan yang terbuka bagi inovasi teknologi media pengajaran. Dalam hal ini, penanaman sikap inovatif pada guru sangat penting dilakukan .
Terkait dengan semakin beragamnya media pengajaran, pemilihan media hendaknya memperhatikan beberapa prinsip. Pertama, kejelasan maksud dan tujuan pemilihan media; apakah untuk keperluan hiburan, informasi umum, pembelajaran dan sebagainya. Kedua, familiaritas media, yang melibatkan pengetahuan akan sifat dan ciri-ciri media yang akan dipilih. Ketiga, sejumlah media dapat diperbandingkan karena adanya beberapa pilihan yang kiranya lebih sesuai dengan tujuan pengajaran.
Sejalan dengan pendapat di atas, Miarso , menyatakan bahwa hal pertama yang harus dilakukan guru dalam penggunaan media secara efektif adalah mencari, menemukan, dan memilih media yang memenuhi kebutuhan belajar anak, menarik minat anak, sesuai dengan perkembangan kematangan dan pengalamannya serta karakteristik khusus yang ada pada kelompok belajarnya. Karaketristik ini antara lain adalah kematangan anak dan latar belakang pengalamannya serta kondisi mental yang berhubungan dengan usia perkembangannya.
Selain masalah ketertarikan siswa terhadap media, keterwakilan pesan yang disampaikan guru juga hendaknya dipertimbangkan dalam pemilihan media. Setidaknya ada tiga fungsi yang bergerak bersama dalam keberadaan media. Pertama¸ fungsi stimulasi yang menimbulkan ketertarikan untuk mempelajari dan mengetahui lebih lanjut segala hal yang ada pada media. Kedua, fungsi mediasi yang merupakan perantara antara guru dan siswa. Dalam hal ini, media menjembatani komunikasi antara guru dan siswa. Ketiga, fungsi informasi yang menampilkan penjelasan yang ingin disampaikan guru. Dengan keberadaan media, siswa dapat menangkap keterangan atau penjelasan yang dibutuhkannya atau yang ingin disampaikan oleh guru.
Fungsi stimulasi yang melekat pada media dapat dimanfaatkan guru untuk membuat proses pembelajaran yang menyenagkan dan tidak membosankan. Kondisi ini dapat terjadi jika media yang ditampilkan oleh guru adalah sesuatu yang baru dan belum pernah diketahui oleh siswa baik tampilan fisik maupun yang non-fisik. Selain itu, isi pesan pada media tersebut hendaknya juga merupakan suatu hal yang baru dan atraktif, misalnya dari segi warna maupun desainnya. Semakin atraktif bentuk dan isi media, semakin besar pula keinginan siswa untuk lebih jauh mengetahui apa yang ingin disampaikan guru atau bahkan timbul keinginan untuk berinteraksi dengan media tersebut. Jika siswa mendapatkan suatu inormasi atau pengalaman berharga dari media tersebut, di sinilah titik sentral terjadinya belajar.
1. Pengembangan Media Pembelajaran Sederhana
Beberapa butir penting yang perlu kita pahami dalam kegiatan belajar ini adalah:
a. Media pembelajaran sederhana adalah jenis-jenis media pembelajaran yang relatif mudah dibuat, bahannya mudah diperoleh, mudah digunakan, serta harganya lebih murah. Namun demikian, sederhana tidaknya suatu media tersebut sebenarnya tergantung pada kondisi suatu sekolah.
b. Pemilihan media pembelajaran (sederhana) pada hakikatnya merupakan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh guru untuk menentukan jenis media mana yang lebih tepat digunakan dan sesuai dengan tujuan pembelajaran, sifat materi yang akan disampaikan, strategi yang digunakan, serta evaluasinya. Adanya pemilihan media ini disebabkan sangat banyak dan bervariasinya jenis media dengan karakteristik yang berbeda-beda.
c. Penggunaan media pembelajaran sederhana perlu memperhatikan tujuan yang ingin dicapai, sifat dari bahan ajar, karakteristik sasaran belajar (siswa), dan kondisi tempat/ruangan. Juga perlu dipertimbangkan kesederhanaannya, menarik perhatian, adanya penonjolan/penekanan (misalnya dengan warna), direncanakan dengan baik, serta memungkinkan siswa lebih aktif belajar.
d. Untuk pemeliharaan media pembelajaran agar awet dan dapat digunakan lebih lama perlu diupayakan berbagai cara, baik secara teknis misalnya dengan memberi bingkai pada media grafis (mounting frame), maupun yang lebih ideal yaitu menyediakan tempat atau ruangan yang secara khusus diset untuk penyimpanan berbagai jenis media pembelajaran.
2. Media Pembelajaran Berbantuan Komputer
Pemecahan masalah pengajaran dengan pendekatan sistem ini adalah berdasarkan konsepsi teknologi instruksional yang merupakan bagian dari teknologi pendidikan.
Teknologi pendidikan adalah suatu proses yang kompleks dan terpadu yang meliputi manusia, prosedur, ide alat dan organisasi untuk menganalisis masalah serta merancang, melaksanakan, menilai, dan mengelola usaha pemecahan masalah yang berhubungan dengan segala aspek belajar ( AECT, 1971). Sedangkan teknologi instruksional adalah suatu proses yang kompleks dan terpadu meliputi, manusia, prosedur, ide, alat dan organisasi untuk menganalisis masalah serta merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola usaha pemecahan masalah dalam situasi belajar yang bertujuan dan yang terkontrol.
Dalam teknologi instruksional usaha pemecahan masalah itu akan berbentuk sistem instruksional yang lengkap, yang merupakan kombinasi dari komponen sistem instruksional yang sengaja dirancang, dipilih dan digunakan secara terpadu. Komponen sistem instruksional ini terdiri atas pesan, orang, bahan, alat, tehnik dan lingkungan. Proses dalam menganalisis masalah serta merancang, melaksanakan dan menilai usaha pemecahan masalah merupakan fungsi pengembangan instruksional dari pemecahan masalah merupakan fungsi pengembangan instruksional dari riset-teori, disain, produksi, seleksi evaluasi, logistik dan pemanfaatan.
Sedangkan proses dalam mengarahkan atau mengkoordinasi salah satu atau beberapa fungsi tersebut di atas merupakan fungsi manajemen instruksional dari organisasi dan personel.
Kegiatan instruksional sering juga dianggap sama dengan mengajar atau memberi kuliah. Dalam konteks ini mengajar merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh mereka yang mempunyai profesi sebagai pengajar atau penatar, sedangkan memberi kuliah hanya merupakan salah satu penerapan strategi pengajaran.
Komputer sebagai sarana interaktif merupakan salah satu bentuk pembelajaran terprogram (Programmed Instrduction), yang dilandasi hukum akibat (Law of Effect). Dalam hukum akibat asumsi utama yang diyakini ialah: tingkah laku yang diikuti dengan rasa senang besar kemungkinannya untuk dilakukan atau diulang dibandingkan tingkah laku yang tidak disenangi. Berdasarkan Hukum Akibat ini muncullah teori S-R (yang meliputi (Stimulus, Response dan Reinformance). Pembelajaran dengan teori ini dilakukan cara siswa diberi pertanyaan sebagai stimulus, kemudian ia memberikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan.
Selanjutnya oleh komputer respons siswa ditanggapi dan jika jawabannya benar komputer memberikan penguatan. Jika salah komputer memberikan pertanyaan lain yang memuat dorongan untuk memperbaiki jawaban siswa, hal ini sangat mungkin bisa dilakukan dengan menggunakan komputer dalam hal ini komputer berfungsi sebagai tutor yang digunakan antara lain untuk menampilkan, menjelaskan konsep dan ide. Dalam hal ini siswa berinteraksi dengan komputer yang prosesnya sebagai berikut:
a. Komputer menampilkan suatu informasi.
b. Siswa menjawab pertanyaan atau masalah yang sesuai dengan infromasi yang diberikan.
c. Kemudian komputer mengevaluasi jawaban siswa.
d. Akhirnya komputer menentukan apakah yang harus diperbuat siswa selanjutnya berdasarkan hasil evaluasi pada jawaban siswa tersebut.
Cates (1988:115) yang menyatakan bahwa “Without feedback, a learner is left to perform with no sense of direction or measure of correctness”. Tanpa balikan siswa tidak tahu kebenaran dari jawaban mereka, tidak tahu seberapa jauh keberhasilan mereka.
Kehadiran komputer sebagai media dengan kelebihan-kelebihan tersebut memberikan banyak dukungan bagi penyajian materi pembelajaran. Proses dapat dijelaskan dengan lebih jelas dan menarik oleh kemampuan media tersebut. Sebuah paket pembelajaran dapat disertai petunjuk yang mungkin diperlukan oleh pembelajar.
Hasil-hasil penelitian seperti dikemukakan di atas menunjukan cukup banykanya kelebihan komputer sebagai media pembelajaran matematika. Demikian juga teori pembelajaran baik teori konstruktivisme mapun teori pembelajaran lainnya mendukung digunakannya komputer. Dengan demikian maka dipandang layak dilakukan pembelajaran berbantuan komputer.
Keuntungan Pembelajaran Berbantuan Komputer adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran berbantuan komputer bila dirancang dengan baik, merupakan media pembelajaran yang sangat efektif, dapat dimudahkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
b. Meningkatkan motivasi belajar siswa.
c. Mendukung pembelajaran individual sesuai kemampuan siswa.
d. Melatih siswa untuk terampil memilih bagian-bagian isi pembelajaran yang dikehendaki.
e. Dapat dugunakan sebagai penyampai balikan langsung.
f. Dalam mengerjakan latihan-latihan proses koreksi jawaban dapat dimintakan bantuan komputer dan disajikan dengan cepat atau sesuai kecepatan yang diperlukan pembelajaran.
g. Materi dapat diulang-ulang sesuai keperluan, tanpa harus menimbulkan rasa jenuh guru atau nara sumbernya.
Adapun keterbatasan media komputer ini adalah sebagai berikut:
a. Keterbatasan bentuk dialog/ komunikasi
b. Sering siswa mempunyai jalan pikiran yangbelum tentu dapat terancang dan diungkapkan dengan tepat melalui komputer.
c. Untuk feeback yang diperlukan siswa pada dasarnya sering sangat bervariasi, tetapi dengan komputer kepentingan siswa masing-masing tidak selalu dapat terlacak atau disediaakan oleh program komputer.
d. Beberapa program yang disediakan mungkin menyebabkan belajar hafalan yang kurang bermakna bagi siswa.
e. Keterseringan menggunakan komputer dapat menyebabkan ketergantungan yang berakibat kurang baik.
3. Media Film
Keuntungan penggunaan film sebagai media pendidikan di sekolah antara lain :
a. Film pendidikan dapat menyajikan secara keseluruhan proses kegiatan dan rincian bahasan secar lengkap, menyeluruh dan terpadu.
b. Film dapat menimbulkan kesan yang mendalam dalam diri pendidik atau peserta didik
c. Film dapat mengatasi ruangdan waktu.
d. Suara dan gerakan yang ditampilkan adalah penggambaran kenyataan, sesuai dengan materi pokok yang disajikan.
e. Secara psikologis film memenuhi persyaratan pendidikan yaitu gambar ditampilkan memenuhi unsur gerak bertukar-tukar, dan kontras.
Menurut Rudi Bertz, film sebagai media mempunyai keunggulan dalam suara, gambar yang bergerak, garis dan symbol yang ditampilkan.
Kelemahan penggunaan film sebagai media pendidikan antara lain :
a. Film agak sulit dipindah-pindahkan tempatnya
b. Ia tidak bisa dipakai setiap saat secara mendadak
c. Film tidak dapat memberi umpan balik kepada peserta didik
d. Film tidak dapat diselingi oleh pendidik
e. Biaya pembuatan dan perencanaan memakan dana dan waktu yang relative banyak.
Bahan pertimbangan mengapa film dimanfaatkan sebagai media pendidikan :
a. Adakanlah perencanaan yang matang sehingga pelaksanaannya efektif dan efesien
b. Buatlah persiapan sebaik-baiknya
c. Adakanlah hubungan yang luas dengan berbagai pihak
d. Bila pemutaran film telah dilakukan adakanlah diskusi Tanya jawab atau pemberian tugas
Menurut Oemar H. Malik, katagori untuk memilih jenis film yang baik sebagai media pendidikan agama sebagai berikut:
a. Judul film pendidikan tersebut mempunyai penyajian dan pembahasan yang menarik perhatian peserta didik
b. Materi yang disajikan benar dan asli
c. Sesuai dengan tingkat kematangan peserta didik dan daya terimanya
d. Bahasa yang digunakan dalam dialog film tersebut dapat dimengerti
e. Urutan pembahasan dan penyajiannya sistematis dan logis
f. Durasi waktu film tersebut jangan terlalu lama
BAB III
P E N U T U P
A. Kesimpulan.
Dari berbagai pendapat yang sudah dijabarkan di atas dapat kita simpulkan bahwa media audio dan visual memiliki manfaat di ranah pendidikan. Manfaat media tersebut yakni dapat mempengaruhi faktor internal dan eksternal yang dialami oleh peserta didik. Media tersebut pun dikatakan bermanfaat karena memiliki dampak positif terhadap dunia pendidikan karena menjadikan siswa lebih berkonsentrasi dan mudah untuk memahami apa yang disampaikan oleh peserta didik. Media audio-visual pun membantu pendidik untuk mengonkritkan sesuatu yang abstrak, sebagai contoh : guru PAI sedang mengajarkan siswa tentang Haji, maka cukup memutarkan CD pembelajaran tentang Haji. Dari contoh tersebut, dengan adanya media audiovisual siswa akan terangsang imajinasinya dan kreatifitasnya untuk memahami tentang mereka yang pergi haji ke Mekah.
B. Saran-saran
Adapun sebagai saran penulis dalam bahasan ini adalah sebagai berikut: Hendaknya setiap guru PAI memikirkan media pembelajaran yang sesuai dengan zaman sekarang, karena guru bukan lah sumber belajar satu-satunya. Oleh karena itu media pembelajaran harus disesuaikan dengan zaman sekarang yaitu pembuatan multimedia , film, dan lain sebagainya. Dengan demikian guru tetap dihormati siswa sebagai sumber belajar di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.1991
Arikunto, Suharsimi, Manajemen Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.1990
Azhari Arsyad, Media Pembelajaran, Rajawali Press, Jakarta, 2007
Danim, Sudarwan, Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.1995
Miarso, Yusufhadi. dkk. 1986. “Media Pendidikan”. Dalam Miarso, Yusufhadi dkk. Teknologi Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.1986
Rahardjo, R. 1986. “Media Pembelajaran”. Dalam Miarso, Yusufhadi dkk. Teknologi Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.1986
Rusyan, A. Tabrani dan Daryani, Yani,. Penuntun Belajar yang Sukses. Jakarta: Nine Karya, 1993
Samana, A, Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius, 1994
Yudi Munadi, Media Pembelajaran, GP Press, Jakarta, 2008
Wijaya, Cece. Dkk, Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1991
http://marthahutagaol.blogspot.com/2009/02/media-pembelajaran.html, diunduh tanggal 8 April 2011.
Jasa Fadilah Ginting
BAB I
PENDAHULUAN
Renovasi ilmu pengetahuan dan tekhnologi, perubahan masyarakat, pemahaman cara belajar anak, kemajuan media komunikasi dan informasi dan lain sebagainya member arti tersendiri bagi kegiatan pendidikan. Akibat perkembangan tersebut menjadikan sebuah tantangan bagi dunia pendidikan, untuk mempersiapkan diri dalam hal kegiatan Proses belajar mengajar, dan salah satunya adalah media pembelajaran.
Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar terjadi. Jadi, media dirancang sedemikaian rupa agar dapat menarik perhatian siswa sehingga siswa dapat dengan mudah memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru mereka.
Sekarang ini, sudah banyak sekali media yang digunakan dalam proses pembelajaran. Ada yang berbentuk cetakan, audio, audio visual, juga Tekhnologi komputer. Walaupun demikian, masih banyak juga yang hanya menggunakan teknik yang kuno, misalnya dengan cara lisan, atau bahkan hanya dengan menyuruh para siswa membaca sendiri buku atau mencarinya sendiri dari sumber-sumber lain.
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medius” yang secara harfiah berarti “tengah, perantara atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran. Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Sedangkan, National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke –20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet.
Media pembelajaran adalah penyalur atau penghubung pesan ajar yang diadakan dan/atau diciptakan secara terencana oleh para guru ataua pendidik. Berdasarkan pemahaman tersebut, guru tidaklah dipahami sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi dengan posisinya sebagai peran penggiat, ia pun harus mampu merencanakan dan menciptakan sumber-sumber belajar lainnya sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif. Disinilah penulis akan memafarkan media pembelajaran dalam bentuk audio-visual yang memanfaatkan pendengaran dan penglihatan. Dengan tulisan ini diharapkan para guru dapat bekerja semakin semangat sehingga tujuan pembelajaran dalam tiap bidang studi dapat tercapai.
BAB II
PENGEMBANGAN MEDIA AUDIO – VISUAL
DALAM PEMBELAJARAN
A. Karakteristik Media Audio-Visual Dalam Pembelajaran
Rudy Bretz mengklasifikasi media menurut ciri utama media menjadi tiga unsur, yaitu suara, visual, dan gerak. Selanjutnya, klasifikasi tersebut dikembangkan menjadi tujuh kelompok, yaitu:
1. Media audio-visual-gerak; merupakan media paling lengkap karena menggunakan kemampuan audio-visual dan gerak.
2. Media audio-visual-diam; memiliki kemampuan audio-visual tanpa kemampuan gerak.
3. Media audio-semi-gerak; menampilkan suara dengan disertai gerakan titik secara linear dan tidak dapat menampilkan gambar nyata secara utuh.
4. Media visual-gerak; memiliki kemampuan visual dan gerakan tanpa disertai suara.
5. Media visual-diam; memiliki kemampuan menyampaikan informasi secara visual tetapi tidak menampilkan suara maupun gerak.
6. Media audio; media yang hanya memanipulasi kemampuan mengeluarkan suara saja.
7. Media cetak; media yang hanya mampu menampilkan informasi berupa huruf-huruf dan simbol-simbol verbal tertentu saja.
Selanjutnya, Rahardjo mengklasifikasi media pengajaran sebagai berikut:
Daftar Kelompok Media Pengajaran
No. Kelompok Media Jenis Media
1 Audio - pita audio (rol ataun kaset)
- piringan audio
- radio (rekaman siaran)
2 Cetak - buku teks terprogram
- buku pegangan (manual)
- buku tugas
3 Audio-cetak - buku latihan dilengkapi kaset atau pita audio
- pita, gambar, bahan dengan suara pita audio
4 Proyeksi visual diam - film bingkai (slide)
- film rangkai (berisi pesan verbal)
5 Proyeksi visual-diam dengan audio - film bingkai (slide)
- film rangkai dengan suara
6 Visual gerak - film bisu dengan judul (caption)
7 Visual gerak dengan audio - film suara
- video
8 Benda - benda nyata
- model tiruan
9 Manusia dan sumber lingkungan -
10 Komputer - program pembelajaran terkomputer
Sumber: Rahardjo (1986:71)
Pemilihan maupun penggunaan media tersebut didasarkan pada prinsip yang telah dikemukakan oleh Rahardjo dan Miarso sebagaimana dijabarkan pada bagian sebelumnya.
Sekalipun efektivitas dan efisiensi media tidak dapat diragukan lagi dalam pengajaran di kelas, pertimbangan lain yang tidak kalah pentingnya adalah faktor aksesibilitas (accessibility) yang menyangkut apakah media tersebut dapat diakses atau diperoleh dengan mudah atau tidak. Hal ini penting mengingat sejumlah media tidak dapat diperoleh karena mahalnya biaya yang harus dikeluarkan. Selain itu, di daerah terpencil, sejumlah media terkadang sulit didapat karena terbatasnya fasilitas transportasi yang tersedia di daerah tersebut, di samping persoalan lainnya, misalnya keamanan, perawatan, dan sebagainya. Sementara itu, dana bantuan dari pemerintah terkadang tidak mampu mengatasi itu semua.
Untuk mengatasi masalah ini, guru hendaknya benar-benar dapat mempertimbangkan kegunaan maupun aksesibilitas media tersebut. Jika suatu media tidak dapat diakses karena alasan tertentu, guru hendaknya mencari dan menemukan alternatif lainnya, misalnya dengan memproduksi sendiri suatu media menurut sarana yang dimilikinya. Hal semacam ini memang memungkinkan untuk dilakukan karena, menurut Rahardjo , media dibedakan menjadi dua macam menurut criteria aksesibilitasnya, yaitu:
a. media yang dimanfaatkan (media by utilization), artinya media yang biasanya dibuat untuk kepentingan komersial yang terdapat di pasar bebas. Dalam hal ini, guru tinggal memilih dan memanfaatkannya, walaupun masih harus mengeluarkan sejumlah biaya.
b. Media yang dirancang (media by design) yang harus dikembangkan sendiri. Dalam hal ini, guru dituntut untuk mampu merancang dan mengembang sendiri media tersebut sesuai dengan sarana dan kelengkapan yang dimilikinya.
Hal terpenting yang harus dilakukan dalam inovasi dan pengembangan media pengajaran adalah bagaimana upaya yang harus dilakukan guna menanamkan sikap inovatif pada guru dan lembaga pendidikan, sebagaimana dinyatakan Wijaya dkk , Upaya ini tentu saja harus dilakukan secara terus menerus agar terjadi kesinambungan dalam inovasi dan pengembangan media. Motivasi dan jiwa inovatif guru hendaknya terpelihara, misalnya melalui pelatihan motivasi maupun pengembangan media pengajaran. Selain itu, dukungan lembaga secara kolektif, dalam hal ini kepala sekolah dan korps guru, diperlukan agar mampu menjadi penyemangat guru. Dukungan fasilitas dari pemerintah juga dapat membantu.
B. Fungsi dan Peran Media Audio Visual Dalam Pembelajaran.
Adapun media pembelajaran memiliki beberapa fungsi, diantaranya :
1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan bertamasya, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta didik ke dalam kelas. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial.
2. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena :
a. obyek terlalu besar
b. obyek terlalu kecil
c. obyek yang bergerak terlalu lambat
d. obyek yang bergerak terlalu cepat
e. obyek yang terlalu kompleks
f. obyek yang bunyinya terlalu halus
g. obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi.
3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan
5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
6. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
8. Media memberikan pengalaman yang integral dari yang konkrit sampai dengan abstrak
Adapun peran media pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Media pembelajaran pada hakikatnya merupakan penyalur pesan-pesan pembelajaran yang disampaikan oleh sumber pesan (guru) kepada penerima pesan (siswa) dengan maksud agar pesan-pesan tersebut dapat diserap dengan cepat dan tepat sesuai dengan tujuannya.
2. Pemahaman terhadap konsep media pembelajaran tidak terbatas hanya kepada peralatan (hardware), tetapi yang lebih utama yaitu pesan atau informasi (software) yang disajikan melalui peralatan tersebut. Dengan demikian konsep media pembelajaran itu mengandung pengertian adanya peralatan dan pesan yang disampaikannya dalam satu kesatuan yang utuh.
3. Guru dapat lebih mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran melalui penggunaan media secara optimal, sebab media ini memiliki fungsi, nilai dan peranan yang sangat menguntungkan, terutama sekali mengurangi terjadinya verbalisme (salah penafsiran) terhadap bahan ajar yang disampaikan pada diri siswa.
4. Ada tiga jenis media pembelajaran yang perlu dipahami oleh para guru, yaitu media visual, media audio, dan media audio-visual. Dari masing-masing jenis media tersebut terdapat berbagai bentuk media yang dapat dikembangkan dalam kegiatan belajar-mengajar. Media mana yang akan digunakan tergantung kepada tujuan yang ingin dicapai, sifat bahan ajar, ketersediaan media tersebut, dan juga kemampuan guru dalam menggunakannya.
5. Setiap media memiliki karakteristik (kelebihan dan keterbatasan), oleh karena itu tidak ada media yang dapat digunakan untuk semua situasi atau tujuan.
Alat pandang dengar atau audio visual yaitu media pengajaran dan media pendidikan yang mengaktifkan mata dan telinga peserta didik dalam waktu proses belajar mengajar yang berlangsung.
C. Pengembangan Media Audio-Visual Dalam Praktek Pembelajaran
Peran guru dalam inovasi dan pengembangan media pengajaran sangat diperlukan mengingat guru dapat dikatakan sebagai pemain yang sangat berperan dalam proses belajar mengajar di kelas, yang hendaknya dapat mengolah kemampuannya untuk membuat media pengajaran lebih efektif dan efisien. Hal ini, menurut Wijaya dkk , disebabkan perkembangan jaman yang terus terjadi tanpa henti dengan kurun waktu tertentu. Lembaga pendidikan hendaknya tidak hanya puas dengan metode dan teknik lama, yang menekankan pada metode hafalan, sehingga tidak atau kurang ada maknanya jika diterapkan pada masa sekarang. Perkembangan jaman yang begitu pesat dewasa ini membuat siswa semakin akrab dengan berbagai hal yang baru, seiring dengan perkembangan dunia informasi dan komunikasi. Karena itu, sangat wajar jika kondisi ini harus diperhatikan oleh guru agar terus mengadakan pembaharuan (inovasi).
Pembaharuan atau inovasi dalam dunia kependidikan sering diartikan sebagai suatu upaya lembaga pendidikan dalam menjembatani masa sekarang dan masa yang akan datang dengan cara memperkenalkan program kurikulum atau metodologi pengajaran yang baru sebagai jawaban atas perkembangan internal dan eksternal dalam dunia pendidikan yang cenderung mengejar efisiensi dan efektivitas.
Pada lembaga pendidikan, faktor yang menjadi penentu keberhasilan tujuan pendidikan adalah guru. Hal ini ditegaskan oleh Samana bahwa guru merupakan faktor utama dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan sekolah yang pada gilirannya akan sangat mempengaruhi kemajuan masyarakat yang menjadi suprasistem sekolah yang bersangkutan. Masyarakat yang semakin rasional dan teknologis semakin membutuhkan jasa sekolah dan atau guru yang bermutu.
Terkait dengan inovasi di bidang media pengajaran, mutu guru akan dapat ditentukan dari seberapa jauh atau kreatif ia dalam pengembangan dan inovasi media pengajaran. Hal ini akan sangat membantu tugasnya sebagai profesional. Menurut Sudarminto , guru yang profesional yaitu guru yang tahu secara mendalam tentang apa yang diajarkannya secara efektif dan efisien. Lebih lanjut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang menjadi Departemen Pendidikan Nasional) melalui Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) telah merumuskan bahwa kompetensi profesional guru menuntut seorang guru untuk memiliki pengetahuan yang luas serta mendalam tentang bidang studi (subject matter) yang diajarkannya beserta penguasaan metodologis, dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritis, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu menggunakannya dalam proses belajar-mengajar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kemampuan guru dalam mengembangkan dan melakukan pembaharuan media pengajaran merupakan salah satu indikator kompetensi profesionalnya.
Konsekuensi yang harus diperhatikan adalah bahwa sikap statis (tidak kreatif) dan cara-cara yang konvensional semua pihak yang terlibat dalam dunia kependidikan, terutama guru, hendaknya dihilangkan. Guru harus aktif mencari dan mengembangkan sistem pendidikan yang terbuka bagi inovasi teknologi media pengajaran. Dalam hal ini, penanaman sikap inovatif pada guru sangat penting dilakukan .
Terkait dengan semakin beragamnya media pengajaran, pemilihan media hendaknya memperhatikan beberapa prinsip. Pertama, kejelasan maksud dan tujuan pemilihan media; apakah untuk keperluan hiburan, informasi umum, pembelajaran dan sebagainya. Kedua, familiaritas media, yang melibatkan pengetahuan akan sifat dan ciri-ciri media yang akan dipilih. Ketiga, sejumlah media dapat diperbandingkan karena adanya beberapa pilihan yang kiranya lebih sesuai dengan tujuan pengajaran.
Sejalan dengan pendapat di atas, Miarso , menyatakan bahwa hal pertama yang harus dilakukan guru dalam penggunaan media secara efektif adalah mencari, menemukan, dan memilih media yang memenuhi kebutuhan belajar anak, menarik minat anak, sesuai dengan perkembangan kematangan dan pengalamannya serta karakteristik khusus yang ada pada kelompok belajarnya. Karaketristik ini antara lain adalah kematangan anak dan latar belakang pengalamannya serta kondisi mental yang berhubungan dengan usia perkembangannya.
Selain masalah ketertarikan siswa terhadap media, keterwakilan pesan yang disampaikan guru juga hendaknya dipertimbangkan dalam pemilihan media. Setidaknya ada tiga fungsi yang bergerak bersama dalam keberadaan media. Pertama¸ fungsi stimulasi yang menimbulkan ketertarikan untuk mempelajari dan mengetahui lebih lanjut segala hal yang ada pada media. Kedua, fungsi mediasi yang merupakan perantara antara guru dan siswa. Dalam hal ini, media menjembatani komunikasi antara guru dan siswa. Ketiga, fungsi informasi yang menampilkan penjelasan yang ingin disampaikan guru. Dengan keberadaan media, siswa dapat menangkap keterangan atau penjelasan yang dibutuhkannya atau yang ingin disampaikan oleh guru.
Fungsi stimulasi yang melekat pada media dapat dimanfaatkan guru untuk membuat proses pembelajaran yang menyenagkan dan tidak membosankan. Kondisi ini dapat terjadi jika media yang ditampilkan oleh guru adalah sesuatu yang baru dan belum pernah diketahui oleh siswa baik tampilan fisik maupun yang non-fisik. Selain itu, isi pesan pada media tersebut hendaknya juga merupakan suatu hal yang baru dan atraktif, misalnya dari segi warna maupun desainnya. Semakin atraktif bentuk dan isi media, semakin besar pula keinginan siswa untuk lebih jauh mengetahui apa yang ingin disampaikan guru atau bahkan timbul keinginan untuk berinteraksi dengan media tersebut. Jika siswa mendapatkan suatu inormasi atau pengalaman berharga dari media tersebut, di sinilah titik sentral terjadinya belajar.
1. Pengembangan Media Pembelajaran Sederhana
Beberapa butir penting yang perlu kita pahami dalam kegiatan belajar ini adalah:
a. Media pembelajaran sederhana adalah jenis-jenis media pembelajaran yang relatif mudah dibuat, bahannya mudah diperoleh, mudah digunakan, serta harganya lebih murah. Namun demikian, sederhana tidaknya suatu media tersebut sebenarnya tergantung pada kondisi suatu sekolah.
b. Pemilihan media pembelajaran (sederhana) pada hakikatnya merupakan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh guru untuk menentukan jenis media mana yang lebih tepat digunakan dan sesuai dengan tujuan pembelajaran, sifat materi yang akan disampaikan, strategi yang digunakan, serta evaluasinya. Adanya pemilihan media ini disebabkan sangat banyak dan bervariasinya jenis media dengan karakteristik yang berbeda-beda.
c. Penggunaan media pembelajaran sederhana perlu memperhatikan tujuan yang ingin dicapai, sifat dari bahan ajar, karakteristik sasaran belajar (siswa), dan kondisi tempat/ruangan. Juga perlu dipertimbangkan kesederhanaannya, menarik perhatian, adanya penonjolan/penekanan (misalnya dengan warna), direncanakan dengan baik, serta memungkinkan siswa lebih aktif belajar.
d. Untuk pemeliharaan media pembelajaran agar awet dan dapat digunakan lebih lama perlu diupayakan berbagai cara, baik secara teknis misalnya dengan memberi bingkai pada media grafis (mounting frame), maupun yang lebih ideal yaitu menyediakan tempat atau ruangan yang secara khusus diset untuk penyimpanan berbagai jenis media pembelajaran.
2. Media Pembelajaran Berbantuan Komputer
Pemecahan masalah pengajaran dengan pendekatan sistem ini adalah berdasarkan konsepsi teknologi instruksional yang merupakan bagian dari teknologi pendidikan.
Teknologi pendidikan adalah suatu proses yang kompleks dan terpadu yang meliputi manusia, prosedur, ide alat dan organisasi untuk menganalisis masalah serta merancang, melaksanakan, menilai, dan mengelola usaha pemecahan masalah yang berhubungan dengan segala aspek belajar ( AECT, 1971). Sedangkan teknologi instruksional adalah suatu proses yang kompleks dan terpadu meliputi, manusia, prosedur, ide, alat dan organisasi untuk menganalisis masalah serta merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola usaha pemecahan masalah dalam situasi belajar yang bertujuan dan yang terkontrol.
Dalam teknologi instruksional usaha pemecahan masalah itu akan berbentuk sistem instruksional yang lengkap, yang merupakan kombinasi dari komponen sistem instruksional yang sengaja dirancang, dipilih dan digunakan secara terpadu. Komponen sistem instruksional ini terdiri atas pesan, orang, bahan, alat, tehnik dan lingkungan. Proses dalam menganalisis masalah serta merancang, melaksanakan dan menilai usaha pemecahan masalah merupakan fungsi pengembangan instruksional dari pemecahan masalah merupakan fungsi pengembangan instruksional dari riset-teori, disain, produksi, seleksi evaluasi, logistik dan pemanfaatan.
Sedangkan proses dalam mengarahkan atau mengkoordinasi salah satu atau beberapa fungsi tersebut di atas merupakan fungsi manajemen instruksional dari organisasi dan personel.
Kegiatan instruksional sering juga dianggap sama dengan mengajar atau memberi kuliah. Dalam konteks ini mengajar merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh mereka yang mempunyai profesi sebagai pengajar atau penatar, sedangkan memberi kuliah hanya merupakan salah satu penerapan strategi pengajaran.
Komputer sebagai sarana interaktif merupakan salah satu bentuk pembelajaran terprogram (Programmed Instrduction), yang dilandasi hukum akibat (Law of Effect). Dalam hukum akibat asumsi utama yang diyakini ialah: tingkah laku yang diikuti dengan rasa senang besar kemungkinannya untuk dilakukan atau diulang dibandingkan tingkah laku yang tidak disenangi. Berdasarkan Hukum Akibat ini muncullah teori S-R (yang meliputi (Stimulus, Response dan Reinformance). Pembelajaran dengan teori ini dilakukan cara siswa diberi pertanyaan sebagai stimulus, kemudian ia memberikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan.
Selanjutnya oleh komputer respons siswa ditanggapi dan jika jawabannya benar komputer memberikan penguatan. Jika salah komputer memberikan pertanyaan lain yang memuat dorongan untuk memperbaiki jawaban siswa, hal ini sangat mungkin bisa dilakukan dengan menggunakan komputer dalam hal ini komputer berfungsi sebagai tutor yang digunakan antara lain untuk menampilkan, menjelaskan konsep dan ide. Dalam hal ini siswa berinteraksi dengan komputer yang prosesnya sebagai berikut:
a. Komputer menampilkan suatu informasi.
b. Siswa menjawab pertanyaan atau masalah yang sesuai dengan infromasi yang diberikan.
c. Kemudian komputer mengevaluasi jawaban siswa.
d. Akhirnya komputer menentukan apakah yang harus diperbuat siswa selanjutnya berdasarkan hasil evaluasi pada jawaban siswa tersebut.
Cates (1988:115) yang menyatakan bahwa “Without feedback, a learner is left to perform with no sense of direction or measure of correctness”. Tanpa balikan siswa tidak tahu kebenaran dari jawaban mereka, tidak tahu seberapa jauh keberhasilan mereka.
Kehadiran komputer sebagai media dengan kelebihan-kelebihan tersebut memberikan banyak dukungan bagi penyajian materi pembelajaran. Proses dapat dijelaskan dengan lebih jelas dan menarik oleh kemampuan media tersebut. Sebuah paket pembelajaran dapat disertai petunjuk yang mungkin diperlukan oleh pembelajar.
Hasil-hasil penelitian seperti dikemukakan di atas menunjukan cukup banykanya kelebihan komputer sebagai media pembelajaran matematika. Demikian juga teori pembelajaran baik teori konstruktivisme mapun teori pembelajaran lainnya mendukung digunakannya komputer. Dengan demikian maka dipandang layak dilakukan pembelajaran berbantuan komputer.
Keuntungan Pembelajaran Berbantuan Komputer adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran berbantuan komputer bila dirancang dengan baik, merupakan media pembelajaran yang sangat efektif, dapat dimudahkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
b. Meningkatkan motivasi belajar siswa.
c. Mendukung pembelajaran individual sesuai kemampuan siswa.
d. Melatih siswa untuk terampil memilih bagian-bagian isi pembelajaran yang dikehendaki.
e. Dapat dugunakan sebagai penyampai balikan langsung.
f. Dalam mengerjakan latihan-latihan proses koreksi jawaban dapat dimintakan bantuan komputer dan disajikan dengan cepat atau sesuai kecepatan yang diperlukan pembelajaran.
g. Materi dapat diulang-ulang sesuai keperluan, tanpa harus menimbulkan rasa jenuh guru atau nara sumbernya.
Adapun keterbatasan media komputer ini adalah sebagai berikut:
a. Keterbatasan bentuk dialog/ komunikasi
b. Sering siswa mempunyai jalan pikiran yangbelum tentu dapat terancang dan diungkapkan dengan tepat melalui komputer.
c. Untuk feeback yang diperlukan siswa pada dasarnya sering sangat bervariasi, tetapi dengan komputer kepentingan siswa masing-masing tidak selalu dapat terlacak atau disediaakan oleh program komputer.
d. Beberapa program yang disediakan mungkin menyebabkan belajar hafalan yang kurang bermakna bagi siswa.
e. Keterseringan menggunakan komputer dapat menyebabkan ketergantungan yang berakibat kurang baik.
3. Media Film
Keuntungan penggunaan film sebagai media pendidikan di sekolah antara lain :
a. Film pendidikan dapat menyajikan secara keseluruhan proses kegiatan dan rincian bahasan secar lengkap, menyeluruh dan terpadu.
b. Film dapat menimbulkan kesan yang mendalam dalam diri pendidik atau peserta didik
c. Film dapat mengatasi ruangdan waktu.
d. Suara dan gerakan yang ditampilkan adalah penggambaran kenyataan, sesuai dengan materi pokok yang disajikan.
e. Secara psikologis film memenuhi persyaratan pendidikan yaitu gambar ditampilkan memenuhi unsur gerak bertukar-tukar, dan kontras.
Menurut Rudi Bertz, film sebagai media mempunyai keunggulan dalam suara, gambar yang bergerak, garis dan symbol yang ditampilkan.
Kelemahan penggunaan film sebagai media pendidikan antara lain :
a. Film agak sulit dipindah-pindahkan tempatnya
b. Ia tidak bisa dipakai setiap saat secara mendadak
c. Film tidak dapat memberi umpan balik kepada peserta didik
d. Film tidak dapat diselingi oleh pendidik
e. Biaya pembuatan dan perencanaan memakan dana dan waktu yang relative banyak.
Bahan pertimbangan mengapa film dimanfaatkan sebagai media pendidikan :
a. Adakanlah perencanaan yang matang sehingga pelaksanaannya efektif dan efesien
b. Buatlah persiapan sebaik-baiknya
c. Adakanlah hubungan yang luas dengan berbagai pihak
d. Bila pemutaran film telah dilakukan adakanlah diskusi Tanya jawab atau pemberian tugas
Menurut Oemar H. Malik, katagori untuk memilih jenis film yang baik sebagai media pendidikan agama sebagai berikut:
a. Judul film pendidikan tersebut mempunyai penyajian dan pembahasan yang menarik perhatian peserta didik
b. Materi yang disajikan benar dan asli
c. Sesuai dengan tingkat kematangan peserta didik dan daya terimanya
d. Bahasa yang digunakan dalam dialog film tersebut dapat dimengerti
e. Urutan pembahasan dan penyajiannya sistematis dan logis
f. Durasi waktu film tersebut jangan terlalu lama
BAB III
P E N U T U P
A. Kesimpulan.
Dari berbagai pendapat yang sudah dijabarkan di atas dapat kita simpulkan bahwa media audio dan visual memiliki manfaat di ranah pendidikan. Manfaat media tersebut yakni dapat mempengaruhi faktor internal dan eksternal yang dialami oleh peserta didik. Media tersebut pun dikatakan bermanfaat karena memiliki dampak positif terhadap dunia pendidikan karena menjadikan siswa lebih berkonsentrasi dan mudah untuk memahami apa yang disampaikan oleh peserta didik. Media audio-visual pun membantu pendidik untuk mengonkritkan sesuatu yang abstrak, sebagai contoh : guru PAI sedang mengajarkan siswa tentang Haji, maka cukup memutarkan CD pembelajaran tentang Haji. Dari contoh tersebut, dengan adanya media audiovisual siswa akan terangsang imajinasinya dan kreatifitasnya untuk memahami tentang mereka yang pergi haji ke Mekah.
B. Saran-saran
Adapun sebagai saran penulis dalam bahasan ini adalah sebagai berikut: Hendaknya setiap guru PAI memikirkan media pembelajaran yang sesuai dengan zaman sekarang, karena guru bukan lah sumber belajar satu-satunya. Oleh karena itu media pembelajaran harus disesuaikan dengan zaman sekarang yaitu pembuatan multimedia , film, dan lain sebagainya. Dengan demikian guru tetap dihormati siswa sebagai sumber belajar di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.1991
Arikunto, Suharsimi, Manajemen Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.1990
Azhari Arsyad, Media Pembelajaran, Rajawali Press, Jakarta, 2007
Danim, Sudarwan, Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.1995
Miarso, Yusufhadi. dkk. 1986. “Media Pendidikan”. Dalam Miarso, Yusufhadi dkk. Teknologi Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.1986
Rahardjo, R. 1986. “Media Pembelajaran”. Dalam Miarso, Yusufhadi dkk. Teknologi Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.1986
Rusyan, A. Tabrani dan Daryani, Yani,. Penuntun Belajar yang Sukses. Jakarta: Nine Karya, 1993
Samana, A, Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius, 1994
Yudi Munadi, Media Pembelajaran, GP Press, Jakarta, 2008
Wijaya, Cece. Dkk, Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1991
http://marthahutagaol.blogspot.com/2009/02/media-pembelajaran.html, diunduh tanggal 8 April 2011.
Minggu, 03 April 2011
BUDAYA SUKU KARO
Dikutip oleh Jasa Fadilah Ginting
A. Pendahuluan
Suku Karo merupakan salah satu suku yang terdapat di wilayah Sumatera Utara. Secara umum mendiami wilayah Kabupaten Karo, Deli Serdang, Langkat. Suku karo memiliki bahasa, adat istiadat yang berbeda dengan yang lainnya. Hal ini sudah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu.
Berdasarkan Keputusan Kongres Kebudayaan Karo. 3 Desember 1995 di Sibayak International Hotel Berastagi, pemakaian merga didasarkan pada Merga Silima, yaitu ;
1. Ginting
2. Karo-Karo
3. Peranginangin
4. Sembiring
5. Tarigan
Sementara Sub Merga, dipakai di belakang Merga, sehingga tidak terjadi kerancuan mengenai pemakaian Merga dan Sub Merga tersebut.
B. Sistem Kekerabatan Masyarakat Karo
Berikut adalah sistem kekerabatan di masyarakat Karo atau sering disebut Daliken Sitelu atau Rakut Sitelu. Tulisan ini disadur dari makalah berjudul “Daliken Si Telu dan Solusi Masalah Sosial Pada Masyarakat Karo : Kajian Sistem Pengendalian Sosial” oleh Drs. Pertampilan Brahmana, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Secara etimologis, daliken Sitelu berarti tungku yang tiga (Daliken = batu tungku, Si = yang, Telu tiga). Arti ini menunjuk pada kenyataan bahwa untuk menjalankan kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak lepas dari yang namanya tungku untuk menyalakan api (memasak). Lalu Rakut Sitelu berarti ikatan yang tiga. Artinya bahwa setiap individu Karo tidak lepas dari tiga kekerabatan ini. Namun ada pula yang mengartikannya sebagai sangkep nggeluh (kelengkapan hidup). Menurut Drs. Pertampilan Brahmana, konsep ini tidak hanya ada pada masyarakat Karo, tetapi juga ada dalam masyarakat Toba dan Mandailing dengan istilah Dalihan Na Tolu juga masyarakat NTT dengan istilah Lika Telo
Unsur Daliken Sitelu ini adalah
• Kalimbubu (Hula-hula (Toba), Mora (Mandailing))
• Sembuyak/Senina (Dongan sabutuha (Toba), Kahanggi (Mandailing))
• Anak Beru (Boru (Toba, Mandailing))
Setiap anggota masyarakat Karo dapat berlaku baik sebagai kalimbubu, senina/sembuyak, anakberu, tergantung pada situasi dan kondisi saat itu.
• Kalimbubu
Kalimbubu adalah kelompok pihak pemberi wanita dan sangat dihormati dalam sistem kekerabatan masyarakat Karo. Masyarakat Karo menyakini bahwa kalimbubu adalah pembawa berkat sehingga kalimbubu itu disebut juga dengan Dibata Ni Idah (Tuhan yang nampak). Sikap menentang dan menyakiti hati kalimbubu sangat dicela.
Kalau dahulu pada acara jamuan makan, pihak kalimbubu selalu mendapat prioritas utama, para anakberu (kelompok pihak penerima istri) tidak akan berani mendahului makan sebelum pihak kalimbubu memulainya, demikian juga bila selesai makan, pihak anakberu tidak akan berani menutup piringnya sebelum pihak kalimbubunya selesai makan, bila ini tidak ditaati dianggap tidak sopan. Dalam hal nasehat, semua nasehat yang diberikan kalimbubu dalam suatu musyawarah keluarga menjadi masukan yang harus dihormati, perihal dilaksanakan atau tidak masalah lain.
Oleh Darwan Prints, kalimbubu diumpamakan sebagai legislatif, pembuat undang-undang.
Kalimbubu dapat dibagi atas 2:
1. Kalimbubu berdasarkan tutur
1. Kalimbubu Bena-Bena disebut juga kalimbubu tua adalah kelompok keluarga pemberi dara kepada keluarga tertentu yang dianggap sebagai keluarga pemberi anak dara awal dari keluarga itu. Dikategorikan kalimbubu Bena-Bena, karena kelompok ini telah berfungsi sebagai pemberi dara sekurang-kurangnya tiga generasi.
2. Kalimbubu Simajek Lulang adalah golongan kalimbubu yang ikut mendirikan kampung. Status kalimbubu ini selamanya dan diwariskan secara turun temurun. Penentuan kalimbubu ini dilihat berdasarkan merga. Kalimbubu ini selalu diundang bila diadakan pesta-pesta adat di desa di Tanah Karo.
2. Kalimbubu berdasarkan kekerabatan (perkawinan)
1. Kalimbubu Simupus/Simada Dareh adalah pihak pemberi wanita terhadap generasi ayah, atau pihak clan (semarga) dari ibu kandung ego (paman kandung ego). (Petra : ego maksudnya orang, objek yang dibicarakan)
2. Kalimbubu I Perdemui atau (kalimbubu si erkimbang), adalah pihak kelompok dari mertua ego. Dalam bahasa yang populer adalah bapak mertua berserta seluruh senina dan sembuyaknya dengan ketentuan bahwa si pemberi wanita ini tidak tergolong kepada tipe Kalimbubu Bena-Bena dan Kalimbubu Si Mada Dareh.
3. Puang Kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu, yaitu pihak subclan pemberi anak dara terhadap kalimbubu ego. Dalam bahasa sederhana pihak subclan dari istri saudara laki-laki istri ego.
4. Kalimbubu Senina. Golongan kalimbubu ini berhubungan erat dengan jalur senina dari kalimbubu ego. Dalam pesta-pesta adat, kedudukannya berada pada golongan kalimbubu ego, peranannya adalah sebagai juru bicara bagi kelompok subclan kalimbubu ego.
5. Kalimbubu Sendalanen/Sepengalon. Golongan kalimbubu ini berhubungan erat dengan kekerabatan dalam jalur kalimbubu dari senina sendalanen, sepengalon (akan dijelaskan pada halaman-halaman selanjutnya) pemilik pesta.
Ada pun hak kalimbubu ini dalam struktur masyarakat Karo
3. Dihormati oleh anakberunya
4. Dapat memberikan perintah kepada pihak anakberunya
Tugas dan kewajiban dari kalimbubu
5. Memberikan saran-saran kalau diminta oleh anakberunya
6. Memerintahkan pendamaian kepada anakberu yang saling berselisih
7. Sebagai lambang supremasi kehormatan keluarga
8. Mengosei anak berunya (meminjamkan dan mengenakan pakaian adat) di dalam acara-acara adat
9. Berhak menerima ulu mas, bere-bere (bagian dari mahar) dari sebuah perkawinan, maneh-maneh (tanda mata atau kenang-kenangan) dari salah seorang anggota anakberunya yang meninggal, yang menerima seperti ini disebut Kalimbubu Simada Dareh.
Pada dasarnya setiap ego Karo, baik yang belum menikah pun mempunyai kalimbubu, minimal kalimbubu si mada dareh. Kemudian bila ego (pria) menikah berdasarkan adat Karo, dia mendapat kalimbubu si erkimbang
• Anak Beru
Anakberu adalah pihak pengambil anak dara atau penerima anak gadis untuk diperistri. Oleh Darwan Prints, anakberu ini diumpamakan sebagai yudikatif, kekuasaan peradilan. Hal ini maka anakberu disebut pula hakim moral, karena bila terjadi perselisihan dalam keluarga kalimbubunya, tugasnyalah mendamaikan perselisihan tersebut.
Anakberu dapat dibagi atas 2:
1. Anakberu berdasarkan tutur
1. Anakberu Tua adalah pihak penerima anak wanita dalam tingkatan nenek moyang yang secara bertingkat terus menerus
minimal tiga generasi.
2. Anakberu Taneh adalah penerima wanita pertama, ketika sebuah kampung selesai didirikan.
2. Anakberu berdasarkan kekerabatan
1. Anakberu Jabu (Cekoh Baka Tutup, dan Cekoh Baka Buka). Cekoh Baka artinya orang yang langsung boleh mengambil barang simpanan kalimbubunya. Dipercaya dan diberi kekuasaan seperti ini karena dia merupakan anak kandung saudara perempuan ayah.
2. Anakberu Iangkip, adalah penerima wanita yang menciptakan jalinan keluarga yang pertama karena di atas generasinya belum pernah mengambil anak wanita dari pihak kalimbubunya yang sekarang. Anakberu ini disebut juga anakberu langsung yaitu karena dia langsung mengawini anak wanita dari keluarga tertentu. Masalah peranannya di dalam tugas-tugas adat, harus dipilah lagi, kalau masih orang pertama yang menikahi keluarga tersebut, dia tidak dibenarkan mencampuri urusan warisan adat dari pihak mertuanya. Yang boleh mencampurinya hanyalah Anakberu Jabu.
3. Anakberu Menteri adalah anakberu dari anakberu. Fungsinya menjaga penyimpangan-penyimpangan adat, baik dalam bermusyawarah maupun ketika acara adat sedang berlangsung. Anakberu Menteri ini memberi dukungan kepada kalimbubunya yaitu anakberu dari pemilik acara adat.
4. Anakberu Singikuri adalah anakberu dari anakberu menteri, fungsinya memberi saran, petunjuk di dalam landasan adat dan sekaligus memberi dukungan tenaga yang diperlukan.
Dalam pelaksanaan acara adat peran anakberu adalah yang paling penting. Anakberulah yang pertama datang dan juga yang terakhir pada acara adat tersebut. Lebih lanjut tugas-tugasnya antara lain
3. Mengatur jalannya pembicaraan runggu (musyawarah) adat.
4. Menyiapkan hidangan pada pesta.
5. Menyiapkan peralatan yang diperlukan pesta.
6. Menanggulangi sementara semua biaya pesta.
7. Mengawasi semua harta milik kalimbubunya yaitu wajib menjaga dan mengetahui harta benda kalimbubunya.
8. Menjadwal pertemuan keluarga.
9. Memberi khabar kepada para kerabat yang lain bila ada pihak kalimbubunya berduka cita.
10. Memberi pesan kepada puang kalimbubunya agar membawa ose (pakaian adat) bagi kalimbubunya.
11. Menjadi juru damai bagi pihak kalimbubunya,
Anakberu berhak untuk
12. Berhak mengawini putri kalimbubunya, dan biasanya para kalimbubu tidak berhak menolak.
13. Berhak mendapat warisan kalimbubu yang meninggal dunia. Warisan ini berupa barang dan disebut morah-morah atau maneh-maneh, seperti parang, pisau, pakaian almarhum dan lainnya sebagai kenang-kenangan.
Selain itu juga karena pentingnya kedudukan anakberu, biasanya pihak kalimbubu menunjukkan kemurahan hati dengan
14. Meminjamkan tanah perladangan secara cuma-cuma kepada anakberunya.
15. Memberikan hak untuk mengambil hasil hutan (dahulu karena pihak kalimbubu adalah pendiri kampung, mereka mempunyai hutan sendiri di sekeliling desanya).
16. Merasa bangga dan senang bila anak perempuannya dipinang oleh pihak anakberunya. Ini akan melanjutkan dan mempererat hubungan
kekerabatan yang sudah terjalin.
17. Mengantarkan makanan kepada anaknya pada waktu tertentu misalnya pada waktu menanti kelahiran bayi atau lanjut usia.
18. Membawa pakaian atau ose (seperangkat pakaian kebesaran adat) bagi anakberunya pada waktu pesta besar di dalam clan anakberunya.
Adapun istilah-istilah yang diberikan kalimbubu, kepada anakberunya adalah
19. Tumpak Perang, atau Lemba-lemba. Artinya adalah ujung tombak. Maksudnya, bila kalimbubunya ingin pergi ke satu daerah, maka yang berada di depan sebagai pengaman jalan dan sebagai perisai dari bahaya adalah pihak anakberu. Dalam bahasa lain anakberu sebagai tim pengaman jalan.
20. Kuda Dalan (Kuda jalan/beban). Dahulu sebelum ada alat transportasi hanya kuda, untuk membawa barang-barang atau untuk menyampaikan informasi dari satu desa ke desa lain, dipergunakanlah kuda. Arti Kuda Dalam dalam istilah ini adalah alat atau kenderaan yang dipakai kemana saja, termasuk untuk berperang, untuk membawa barang-barang yang diperlukan pihak kalimbubunya atau untuk menyampaikan berita tentang kalimbubunya, dan sekaligus sebagai hiasan bagi kewibawaan martabat kalimbubunya.
21. Piso Entelap (pisau tajam). Dalam pesta adat atau pekerjaan adat pisau tajam dipergunakan untuk memotong daging atau kayu api atau untuk mendirikan teratak tempat berkumpul. Setiap anakberu harus memiliki pisau yang yang demikian agar tangkas dan sempurna mengerjakan pekerjaan yang diberikan kalimbubunya. Menjadi kebiasaan dalam tradisi Karo, pisau dari pihak kalimbubu yang meninggal dunia diserahkan kepada anakberunya. Pisau ini disebut maneh-maneh, pemberiannya bertujuan agar pekerjaan kalimbubu terus tetap dilanjutkan oleh penerimanya. Dalam pengertian lain dalam acara-acara adat di dalam keluarga kalimbubu, anakberulah yang menjadi ujung tombak pelaksanaan tugas tersebut, mulai dari menyediakan makanan sampai menyusun acaranya. Ketiga jenis pekerjaan di atas, dikerjakan tanpa mendapat imbalan materi apapun, maka anakberu yang selalu lupa kepada kalimbubunya dianggap tercela di mata masyarakat. Bahkan dipercayai bila terjadi sesuatu bencana di dalam lingkungan keluarga dari anakberu yang melupakan kalimbubunya, ini dianggap sebagai kutukan dari arwah nenek moyang mereka yang tetap melindungi kalimbubu.
• Senina/Sembuyak
Hubungan perkerabatan senina disebabkan seclan, atau hubungan lain yang berdasarkan kekerabatan.
Senina ini dapat dibagi dua :
1. Senina berdasarkan tutur yaitu senina semerga. Mereka bersaudara karena satu clan (merga).
2. Senina berdasarkan kekerabatan
1. Senina Siparibanen, perkerabatan karena istri saling bersaudara.
2. Senina Sepemeren, mereka yang berkerabat karena ibu mereka saling bersaudara, sehingga mereka mempunyai bebere (beru (clan) ibu) yang sama.
3. Senina Sepengalon (Sendalanen) persaudaraan karena pemberi wanita yang berbeda merga dan berada dalam kaitan wanita yang sama. Atau mereka yang bersaudara karena satu subclan (beru) istri mereka sama. Tetapi dibedakan berdasarkan jauh dekatnya hubungan mereka dengan clan istri. Dalam musyawarah adat, mereka tidak akan memberikan tanggapan atau pendapat apabila tidak diminta.
4. Senina Secimbangen (untuk wanita) mereka yang bersenina karena suami mereka sesubclan (bersembuyak).
Tugas senina adalah memimpin pembicaraan dalam musyawarah, bila dikondisikan dengan situasi sebuah organisasi adalah sebagai ketua dewan. Fungsinya adalah sebagai sekaku, sekat dalam pembicaraan adat, agar tidak terjadi friksi-friksi ketika akan memusyawarahkan pekerjaan yang akan didelegasikan kepada anakberu.
Sembuyak adalah mereka yang satu subclan, atau orang-orang yang seketurunan (dilahirkan dari satu rahim), tetapi tidak terbatas pada lingkungan keluarga batih, melainkan mencakup saudara seketurunan di dalam batas sejarah yang masih jelas diketahui. Saudara perempuan tidak termasuk sembuyak walaupun dilahirkan dari satu rahim, hal ini karena perempuan mengikuti suaminya.
Peranan sembuyak adalah bertanggungjawab kepada setiap upacara adat sembuyak-sembuyaknya, baik ke dalam maupun keluar. Bila perlu mengadopsi anak yatim piatu yang ditinggalkan oleh saudara yang satu clan. Mekanisme ini sesuai dengan konsep sembuyak, sama dengan seperut, sama dengan saudara kandung. Satu subclan sama dengan saudara kandung.
Sembuyak dapat dibagi dua bagian
3. Sembuyak berdasarkan tutur. Mereka bersaudara karena sesubklen
(merga).
4. Sembuyak berdasarkan kekerabatan, ini dapat dibagi atas:
1. Sembuyak Kakek adalah kakek yang bersaudara kandung.
2. Sembuyak Bapa adalah bapak yang bersaudara kandung.
3. Sembuyak Nande adalah ibu yang bersaudara kandung.
C. Religi Rakyat Karo
Dalam hal alam pemikiran dan kepercayaan, orang Karo (yang belum memeluk agama Islam atau Kristen) erkiniteken (percaya) akan adanya Dibata (Tuhan) sebagai maha pencipta segala yang ada di alam raya dan dunia. Menurut kepercayaan tersebut Dibata yang menguasai segalanya itu terdiri dari
1. Dibata Idatas atau Guru Butara Atas yang menguasai alam raya/langit
2. Dibata Itengah atau Tuan Paduka Niaji yang menguasai bumi atau dunia
3. Dibata Iteruh atau Tuan Banua Koling yang menguasai di bawah atau di dalam bumi
Dibata ini disembah agar manusia mendapatkan keselamatan, jauh dari marabahaya dan mendapatkan kelimpahan rezeki. Mereka pun percaya adanya tenaga gaib yaitu berupa kekuatan yang berkedudukan di batu-batu besar, kayu besar, sungai, gunung, gua, atau tempat-tempat lain. Tempat inilah yang dikeramatkan. Dan apabila tenaga gaib yang merupakan kekuatan perkasa dari maha pencipta -dalam hal ini Dibata yang menguasai baik alam raya/langit, dunia/bumi, atapun di dalam tanah- disembah maka permintaan akan terkabul. Karena itu masyarakat yang berkepercayaan demikian melakukan berbagai variasi untuk melakukan penyembahan.
Mereka juga percaya bahwa roh manusia yang masih hidup yang dinamakan “Tendi“, sewaktu-waktu bisa meninggalkan jasad/badan manusia. Kalau hal itu terjadi maka diadakan upacara kepercayaan yang dipimpin oleh Guru Si Baso (dukun) agar tendi tadi segera kembali kepada manusia yang bersangkutan. Jika tendi terlalu lama pergi, dipercaya bahwa kematian akan menimpa manusia tersebut. Mereka juga percaya bahwa jika manusia sudah meninggal maka tendi akan menjadi begu atau arwah.
Banyak upacara ritual yang dilakukan oleh mereka yang ditujukan untuk keselamatan, kebahagiaan hidup, dan ketenangan berpikir. Upacara-upacara tersebut antara lain upacara kepercayaan menghadapi bahaya paceklik, menanam padi, menghadapi mimpi buruk, maju menuju medan perang, memasuki rumah baru, menghadapi kelahiran anak, kematian, menyucikan hati dan pikiran, dan lain lain. Di semua kegiatan ritual ini peranan para dukun atau Guru Si Baso tersebut cukup besar.
Mereka yang berkepercayaan demikian itu lazim disebut sebagai perbegu atau sipelbegu. Tapi terlepas dari maksud pihak luar dengan penamaan istilah tersebut di atas, yang secara kasar dapat diartikan sebagai penyembah setan atau berhala, mereka menyatakan bahwa mereka percaya adanya Dibata yang menjadikan segala yang ada dan bahwa ada tenaga gaib atauu kekuatan maha dasyat darinya yang mampu berbuat apa saja menurut kehendaknya. Kalaupun ada dilakukan upacara ritual berupa persembahan, maka persembahan itu maksudnya adalah kepada Dibata tadi, hanya saja penyalurannya dilakukan di tempat-tempat yang dikeramatkan.
Dengan demikian, pada perkumpulan desa di mana penduduk selalu berada dalam alam fikiran dan kepercayaan tersebut, para warga selalu merasa ada hubungan dengan roh keluarga yang sudah meninggal dunia, terutama nenek moyang yang mereka hormati sebagai pendahulu mereka, pendiri desa, pelindung adat istiadat. Mereka juga percaya bahwa pada kebajikan roh-roh tersebut akan menentukan keselamatan anak cucu mereka.
Meski sekarang ini rakyat Karo telah resmi memeluk agama-agama seperti Katholik, Protestan, maupun Islam, kadang-kadang masih juga ditemui adanya penyimpangan-penyimpangan misalnya terlalu terikat kepada kepercayaan tradisionalnya. Agama-agama Katholik, Protestan, dan Islam telah dipeluk oleh rakyat Karo tersebut sebenarnya juga membawa perbedaan terhadap cara berpikir di antara rakyat Karo. Akan tetapi, sekarang ini keakraban dan kekeluargaan di antara masyarakat Karo tetap terpelihara dan tidak tergoyahkan karena masyarakat Karo masih berpegang pada adat istiadat berlandaskan Daliken Si Telu dan Tutur Si Waluh yang meski tertulis secara resmi namun merupakan pengikat bagi pola hidup sehari-hari anggota-anggota masyarakat.
D. Dialek Bahasa Karo
Dialek dalam Bahasa Karo umumnya dikenal dalam 3 buah pembagian
1. Dialek Gunung-Gunung (Cakap Karo Gunung-Gunung)
Dialek ini digunakan di daerah Kecamatan Munte, Juhar, Tiga Binanga, Kutabuluh, dan Mardinding.
2. Dialek Kabanjahe (Cakap Orang Julu)
Dialek ini digunakan di daerah Kecamatan Kabanjahe, Tiga Panah, Barus jahe, Simpang Empat, dan Payung.
3. Dialek Jahe-jahe (Cakap Kalak Karo Jahe)
Dialek ini digunakan di Kecamatan Pancur Batu, Biru-Biru, Sibolangit, Lau Bekerei, Namo Rambe (termasuk kabupaten Deli Serdang) dan di daerah Kabupaten Langkat (Hulu) sperti Selapan, Kuala, Bahorok, dan sebagainya.
E. Penutup.
Demikianlah Budaya karo yang telah dijelaskan diatas, semoga kita memahami budaya tersebut sebagai perbandingan dengan budaya – budaya lainnya. Penulis masih menerima kritik dan saran demi sempurnanya makalah ini.
Bujur ras mejuah-juah
A. Pendahuluan
Suku Karo merupakan salah satu suku yang terdapat di wilayah Sumatera Utara. Secara umum mendiami wilayah Kabupaten Karo, Deli Serdang, Langkat. Suku karo memiliki bahasa, adat istiadat yang berbeda dengan yang lainnya. Hal ini sudah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu.
Berdasarkan Keputusan Kongres Kebudayaan Karo. 3 Desember 1995 di Sibayak International Hotel Berastagi, pemakaian merga didasarkan pada Merga Silima, yaitu ;
1. Ginting
2. Karo-Karo
3. Peranginangin
4. Sembiring
5. Tarigan
Sementara Sub Merga, dipakai di belakang Merga, sehingga tidak terjadi kerancuan mengenai pemakaian Merga dan Sub Merga tersebut.
B. Sistem Kekerabatan Masyarakat Karo
Berikut adalah sistem kekerabatan di masyarakat Karo atau sering disebut Daliken Sitelu atau Rakut Sitelu. Tulisan ini disadur dari makalah berjudul “Daliken Si Telu dan Solusi Masalah Sosial Pada Masyarakat Karo : Kajian Sistem Pengendalian Sosial” oleh Drs. Pertampilan Brahmana, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Secara etimologis, daliken Sitelu berarti tungku yang tiga (Daliken = batu tungku, Si = yang, Telu tiga). Arti ini menunjuk pada kenyataan bahwa untuk menjalankan kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak lepas dari yang namanya tungku untuk menyalakan api (memasak). Lalu Rakut Sitelu berarti ikatan yang tiga. Artinya bahwa setiap individu Karo tidak lepas dari tiga kekerabatan ini. Namun ada pula yang mengartikannya sebagai sangkep nggeluh (kelengkapan hidup). Menurut Drs. Pertampilan Brahmana, konsep ini tidak hanya ada pada masyarakat Karo, tetapi juga ada dalam masyarakat Toba dan Mandailing dengan istilah Dalihan Na Tolu juga masyarakat NTT dengan istilah Lika Telo
Unsur Daliken Sitelu ini adalah
• Kalimbubu (Hula-hula (Toba), Mora (Mandailing))
• Sembuyak/Senina (Dongan sabutuha (Toba), Kahanggi (Mandailing))
• Anak Beru (Boru (Toba, Mandailing))
Setiap anggota masyarakat Karo dapat berlaku baik sebagai kalimbubu, senina/sembuyak, anakberu, tergantung pada situasi dan kondisi saat itu.
• Kalimbubu
Kalimbubu adalah kelompok pihak pemberi wanita dan sangat dihormati dalam sistem kekerabatan masyarakat Karo. Masyarakat Karo menyakini bahwa kalimbubu adalah pembawa berkat sehingga kalimbubu itu disebut juga dengan Dibata Ni Idah (Tuhan yang nampak). Sikap menentang dan menyakiti hati kalimbubu sangat dicela.
Kalau dahulu pada acara jamuan makan, pihak kalimbubu selalu mendapat prioritas utama, para anakberu (kelompok pihak penerima istri) tidak akan berani mendahului makan sebelum pihak kalimbubu memulainya, demikian juga bila selesai makan, pihak anakberu tidak akan berani menutup piringnya sebelum pihak kalimbubunya selesai makan, bila ini tidak ditaati dianggap tidak sopan. Dalam hal nasehat, semua nasehat yang diberikan kalimbubu dalam suatu musyawarah keluarga menjadi masukan yang harus dihormati, perihal dilaksanakan atau tidak masalah lain.
Oleh Darwan Prints, kalimbubu diumpamakan sebagai legislatif, pembuat undang-undang.
Kalimbubu dapat dibagi atas 2:
1. Kalimbubu berdasarkan tutur
1. Kalimbubu Bena-Bena disebut juga kalimbubu tua adalah kelompok keluarga pemberi dara kepada keluarga tertentu yang dianggap sebagai keluarga pemberi anak dara awal dari keluarga itu. Dikategorikan kalimbubu Bena-Bena, karena kelompok ini telah berfungsi sebagai pemberi dara sekurang-kurangnya tiga generasi.
2. Kalimbubu Simajek Lulang adalah golongan kalimbubu yang ikut mendirikan kampung. Status kalimbubu ini selamanya dan diwariskan secara turun temurun. Penentuan kalimbubu ini dilihat berdasarkan merga. Kalimbubu ini selalu diundang bila diadakan pesta-pesta adat di desa di Tanah Karo.
2. Kalimbubu berdasarkan kekerabatan (perkawinan)
1. Kalimbubu Simupus/Simada Dareh adalah pihak pemberi wanita terhadap generasi ayah, atau pihak clan (semarga) dari ibu kandung ego (paman kandung ego). (Petra : ego maksudnya orang, objek yang dibicarakan)
2. Kalimbubu I Perdemui atau (kalimbubu si erkimbang), adalah pihak kelompok dari mertua ego. Dalam bahasa yang populer adalah bapak mertua berserta seluruh senina dan sembuyaknya dengan ketentuan bahwa si pemberi wanita ini tidak tergolong kepada tipe Kalimbubu Bena-Bena dan Kalimbubu Si Mada Dareh.
3. Puang Kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu, yaitu pihak subclan pemberi anak dara terhadap kalimbubu ego. Dalam bahasa sederhana pihak subclan dari istri saudara laki-laki istri ego.
4. Kalimbubu Senina. Golongan kalimbubu ini berhubungan erat dengan jalur senina dari kalimbubu ego. Dalam pesta-pesta adat, kedudukannya berada pada golongan kalimbubu ego, peranannya adalah sebagai juru bicara bagi kelompok subclan kalimbubu ego.
5. Kalimbubu Sendalanen/Sepengalon. Golongan kalimbubu ini berhubungan erat dengan kekerabatan dalam jalur kalimbubu dari senina sendalanen, sepengalon (akan dijelaskan pada halaman-halaman selanjutnya) pemilik pesta.
Ada pun hak kalimbubu ini dalam struktur masyarakat Karo
3. Dihormati oleh anakberunya
4. Dapat memberikan perintah kepada pihak anakberunya
Tugas dan kewajiban dari kalimbubu
5. Memberikan saran-saran kalau diminta oleh anakberunya
6. Memerintahkan pendamaian kepada anakberu yang saling berselisih
7. Sebagai lambang supremasi kehormatan keluarga
8. Mengosei anak berunya (meminjamkan dan mengenakan pakaian adat) di dalam acara-acara adat
9. Berhak menerima ulu mas, bere-bere (bagian dari mahar) dari sebuah perkawinan, maneh-maneh (tanda mata atau kenang-kenangan) dari salah seorang anggota anakberunya yang meninggal, yang menerima seperti ini disebut Kalimbubu Simada Dareh.
Pada dasarnya setiap ego Karo, baik yang belum menikah pun mempunyai kalimbubu, minimal kalimbubu si mada dareh. Kemudian bila ego (pria) menikah berdasarkan adat Karo, dia mendapat kalimbubu si erkimbang
• Anak Beru
Anakberu adalah pihak pengambil anak dara atau penerima anak gadis untuk diperistri. Oleh Darwan Prints, anakberu ini diumpamakan sebagai yudikatif, kekuasaan peradilan. Hal ini maka anakberu disebut pula hakim moral, karena bila terjadi perselisihan dalam keluarga kalimbubunya, tugasnyalah mendamaikan perselisihan tersebut.
Anakberu dapat dibagi atas 2:
1. Anakberu berdasarkan tutur
1. Anakberu Tua adalah pihak penerima anak wanita dalam tingkatan nenek moyang yang secara bertingkat terus menerus
minimal tiga generasi.
2. Anakberu Taneh adalah penerima wanita pertama, ketika sebuah kampung selesai didirikan.
2. Anakberu berdasarkan kekerabatan
1. Anakberu Jabu (Cekoh Baka Tutup, dan Cekoh Baka Buka). Cekoh Baka artinya orang yang langsung boleh mengambil barang simpanan kalimbubunya. Dipercaya dan diberi kekuasaan seperti ini karena dia merupakan anak kandung saudara perempuan ayah.
2. Anakberu Iangkip, adalah penerima wanita yang menciptakan jalinan keluarga yang pertama karena di atas generasinya belum pernah mengambil anak wanita dari pihak kalimbubunya yang sekarang. Anakberu ini disebut juga anakberu langsung yaitu karena dia langsung mengawini anak wanita dari keluarga tertentu. Masalah peranannya di dalam tugas-tugas adat, harus dipilah lagi, kalau masih orang pertama yang menikahi keluarga tersebut, dia tidak dibenarkan mencampuri urusan warisan adat dari pihak mertuanya. Yang boleh mencampurinya hanyalah Anakberu Jabu.
3. Anakberu Menteri adalah anakberu dari anakberu. Fungsinya menjaga penyimpangan-penyimpangan adat, baik dalam bermusyawarah maupun ketika acara adat sedang berlangsung. Anakberu Menteri ini memberi dukungan kepada kalimbubunya yaitu anakberu dari pemilik acara adat.
4. Anakberu Singikuri adalah anakberu dari anakberu menteri, fungsinya memberi saran, petunjuk di dalam landasan adat dan sekaligus memberi dukungan tenaga yang diperlukan.
Dalam pelaksanaan acara adat peran anakberu adalah yang paling penting. Anakberulah yang pertama datang dan juga yang terakhir pada acara adat tersebut. Lebih lanjut tugas-tugasnya antara lain
3. Mengatur jalannya pembicaraan runggu (musyawarah) adat.
4. Menyiapkan hidangan pada pesta.
5. Menyiapkan peralatan yang diperlukan pesta.
6. Menanggulangi sementara semua biaya pesta.
7. Mengawasi semua harta milik kalimbubunya yaitu wajib menjaga dan mengetahui harta benda kalimbubunya.
8. Menjadwal pertemuan keluarga.
9. Memberi khabar kepada para kerabat yang lain bila ada pihak kalimbubunya berduka cita.
10. Memberi pesan kepada puang kalimbubunya agar membawa ose (pakaian adat) bagi kalimbubunya.
11. Menjadi juru damai bagi pihak kalimbubunya,
Anakberu berhak untuk
12. Berhak mengawini putri kalimbubunya, dan biasanya para kalimbubu tidak berhak menolak.
13. Berhak mendapat warisan kalimbubu yang meninggal dunia. Warisan ini berupa barang dan disebut morah-morah atau maneh-maneh, seperti parang, pisau, pakaian almarhum dan lainnya sebagai kenang-kenangan.
Selain itu juga karena pentingnya kedudukan anakberu, biasanya pihak kalimbubu menunjukkan kemurahan hati dengan
14. Meminjamkan tanah perladangan secara cuma-cuma kepada anakberunya.
15. Memberikan hak untuk mengambil hasil hutan (dahulu karena pihak kalimbubu adalah pendiri kampung, mereka mempunyai hutan sendiri di sekeliling desanya).
16. Merasa bangga dan senang bila anak perempuannya dipinang oleh pihak anakberunya. Ini akan melanjutkan dan mempererat hubungan
kekerabatan yang sudah terjalin.
17. Mengantarkan makanan kepada anaknya pada waktu tertentu misalnya pada waktu menanti kelahiran bayi atau lanjut usia.
18. Membawa pakaian atau ose (seperangkat pakaian kebesaran adat) bagi anakberunya pada waktu pesta besar di dalam clan anakberunya.
Adapun istilah-istilah yang diberikan kalimbubu, kepada anakberunya adalah
19. Tumpak Perang, atau Lemba-lemba. Artinya adalah ujung tombak. Maksudnya, bila kalimbubunya ingin pergi ke satu daerah, maka yang berada di depan sebagai pengaman jalan dan sebagai perisai dari bahaya adalah pihak anakberu. Dalam bahasa lain anakberu sebagai tim pengaman jalan.
20. Kuda Dalan (Kuda jalan/beban). Dahulu sebelum ada alat transportasi hanya kuda, untuk membawa barang-barang atau untuk menyampaikan informasi dari satu desa ke desa lain, dipergunakanlah kuda. Arti Kuda Dalam dalam istilah ini adalah alat atau kenderaan yang dipakai kemana saja, termasuk untuk berperang, untuk membawa barang-barang yang diperlukan pihak kalimbubunya atau untuk menyampaikan berita tentang kalimbubunya, dan sekaligus sebagai hiasan bagi kewibawaan martabat kalimbubunya.
21. Piso Entelap (pisau tajam). Dalam pesta adat atau pekerjaan adat pisau tajam dipergunakan untuk memotong daging atau kayu api atau untuk mendirikan teratak tempat berkumpul. Setiap anakberu harus memiliki pisau yang yang demikian agar tangkas dan sempurna mengerjakan pekerjaan yang diberikan kalimbubunya. Menjadi kebiasaan dalam tradisi Karo, pisau dari pihak kalimbubu yang meninggal dunia diserahkan kepada anakberunya. Pisau ini disebut maneh-maneh, pemberiannya bertujuan agar pekerjaan kalimbubu terus tetap dilanjutkan oleh penerimanya. Dalam pengertian lain dalam acara-acara adat di dalam keluarga kalimbubu, anakberulah yang menjadi ujung tombak pelaksanaan tugas tersebut, mulai dari menyediakan makanan sampai menyusun acaranya. Ketiga jenis pekerjaan di atas, dikerjakan tanpa mendapat imbalan materi apapun, maka anakberu yang selalu lupa kepada kalimbubunya dianggap tercela di mata masyarakat. Bahkan dipercayai bila terjadi sesuatu bencana di dalam lingkungan keluarga dari anakberu yang melupakan kalimbubunya, ini dianggap sebagai kutukan dari arwah nenek moyang mereka yang tetap melindungi kalimbubu.
• Senina/Sembuyak
Hubungan perkerabatan senina disebabkan seclan, atau hubungan lain yang berdasarkan kekerabatan.
Senina ini dapat dibagi dua :
1. Senina berdasarkan tutur yaitu senina semerga. Mereka bersaudara karena satu clan (merga).
2. Senina berdasarkan kekerabatan
1. Senina Siparibanen, perkerabatan karena istri saling bersaudara.
2. Senina Sepemeren, mereka yang berkerabat karena ibu mereka saling bersaudara, sehingga mereka mempunyai bebere (beru (clan) ibu) yang sama.
3. Senina Sepengalon (Sendalanen) persaudaraan karena pemberi wanita yang berbeda merga dan berada dalam kaitan wanita yang sama. Atau mereka yang bersaudara karena satu subclan (beru) istri mereka sama. Tetapi dibedakan berdasarkan jauh dekatnya hubungan mereka dengan clan istri. Dalam musyawarah adat, mereka tidak akan memberikan tanggapan atau pendapat apabila tidak diminta.
4. Senina Secimbangen (untuk wanita) mereka yang bersenina karena suami mereka sesubclan (bersembuyak).
Tugas senina adalah memimpin pembicaraan dalam musyawarah, bila dikondisikan dengan situasi sebuah organisasi adalah sebagai ketua dewan. Fungsinya adalah sebagai sekaku, sekat dalam pembicaraan adat, agar tidak terjadi friksi-friksi ketika akan memusyawarahkan pekerjaan yang akan didelegasikan kepada anakberu.
Sembuyak adalah mereka yang satu subclan, atau orang-orang yang seketurunan (dilahirkan dari satu rahim), tetapi tidak terbatas pada lingkungan keluarga batih, melainkan mencakup saudara seketurunan di dalam batas sejarah yang masih jelas diketahui. Saudara perempuan tidak termasuk sembuyak walaupun dilahirkan dari satu rahim, hal ini karena perempuan mengikuti suaminya.
Peranan sembuyak adalah bertanggungjawab kepada setiap upacara adat sembuyak-sembuyaknya, baik ke dalam maupun keluar. Bila perlu mengadopsi anak yatim piatu yang ditinggalkan oleh saudara yang satu clan. Mekanisme ini sesuai dengan konsep sembuyak, sama dengan seperut, sama dengan saudara kandung. Satu subclan sama dengan saudara kandung.
Sembuyak dapat dibagi dua bagian
3. Sembuyak berdasarkan tutur. Mereka bersaudara karena sesubklen
(merga).
4. Sembuyak berdasarkan kekerabatan, ini dapat dibagi atas:
1. Sembuyak Kakek adalah kakek yang bersaudara kandung.
2. Sembuyak Bapa adalah bapak yang bersaudara kandung.
3. Sembuyak Nande adalah ibu yang bersaudara kandung.
C. Religi Rakyat Karo
Dalam hal alam pemikiran dan kepercayaan, orang Karo (yang belum memeluk agama Islam atau Kristen) erkiniteken (percaya) akan adanya Dibata (Tuhan) sebagai maha pencipta segala yang ada di alam raya dan dunia. Menurut kepercayaan tersebut Dibata yang menguasai segalanya itu terdiri dari
1. Dibata Idatas atau Guru Butara Atas yang menguasai alam raya/langit
2. Dibata Itengah atau Tuan Paduka Niaji yang menguasai bumi atau dunia
3. Dibata Iteruh atau Tuan Banua Koling yang menguasai di bawah atau di dalam bumi
Dibata ini disembah agar manusia mendapatkan keselamatan, jauh dari marabahaya dan mendapatkan kelimpahan rezeki. Mereka pun percaya adanya tenaga gaib yaitu berupa kekuatan yang berkedudukan di batu-batu besar, kayu besar, sungai, gunung, gua, atau tempat-tempat lain. Tempat inilah yang dikeramatkan. Dan apabila tenaga gaib yang merupakan kekuatan perkasa dari maha pencipta -dalam hal ini Dibata yang menguasai baik alam raya/langit, dunia/bumi, atapun di dalam tanah- disembah maka permintaan akan terkabul. Karena itu masyarakat yang berkepercayaan demikian melakukan berbagai variasi untuk melakukan penyembahan.
Mereka juga percaya bahwa roh manusia yang masih hidup yang dinamakan “Tendi“, sewaktu-waktu bisa meninggalkan jasad/badan manusia. Kalau hal itu terjadi maka diadakan upacara kepercayaan yang dipimpin oleh Guru Si Baso (dukun) agar tendi tadi segera kembali kepada manusia yang bersangkutan. Jika tendi terlalu lama pergi, dipercaya bahwa kematian akan menimpa manusia tersebut. Mereka juga percaya bahwa jika manusia sudah meninggal maka tendi akan menjadi begu atau arwah.
Banyak upacara ritual yang dilakukan oleh mereka yang ditujukan untuk keselamatan, kebahagiaan hidup, dan ketenangan berpikir. Upacara-upacara tersebut antara lain upacara kepercayaan menghadapi bahaya paceklik, menanam padi, menghadapi mimpi buruk, maju menuju medan perang, memasuki rumah baru, menghadapi kelahiran anak, kematian, menyucikan hati dan pikiran, dan lain lain. Di semua kegiatan ritual ini peranan para dukun atau Guru Si Baso tersebut cukup besar.
Mereka yang berkepercayaan demikian itu lazim disebut sebagai perbegu atau sipelbegu. Tapi terlepas dari maksud pihak luar dengan penamaan istilah tersebut di atas, yang secara kasar dapat diartikan sebagai penyembah setan atau berhala, mereka menyatakan bahwa mereka percaya adanya Dibata yang menjadikan segala yang ada dan bahwa ada tenaga gaib atauu kekuatan maha dasyat darinya yang mampu berbuat apa saja menurut kehendaknya. Kalaupun ada dilakukan upacara ritual berupa persembahan, maka persembahan itu maksudnya adalah kepada Dibata tadi, hanya saja penyalurannya dilakukan di tempat-tempat yang dikeramatkan.
Dengan demikian, pada perkumpulan desa di mana penduduk selalu berada dalam alam fikiran dan kepercayaan tersebut, para warga selalu merasa ada hubungan dengan roh keluarga yang sudah meninggal dunia, terutama nenek moyang yang mereka hormati sebagai pendahulu mereka, pendiri desa, pelindung adat istiadat. Mereka juga percaya bahwa pada kebajikan roh-roh tersebut akan menentukan keselamatan anak cucu mereka.
Meski sekarang ini rakyat Karo telah resmi memeluk agama-agama seperti Katholik, Protestan, maupun Islam, kadang-kadang masih juga ditemui adanya penyimpangan-penyimpangan misalnya terlalu terikat kepada kepercayaan tradisionalnya. Agama-agama Katholik, Protestan, dan Islam telah dipeluk oleh rakyat Karo tersebut sebenarnya juga membawa perbedaan terhadap cara berpikir di antara rakyat Karo. Akan tetapi, sekarang ini keakraban dan kekeluargaan di antara masyarakat Karo tetap terpelihara dan tidak tergoyahkan karena masyarakat Karo masih berpegang pada adat istiadat berlandaskan Daliken Si Telu dan Tutur Si Waluh yang meski tertulis secara resmi namun merupakan pengikat bagi pola hidup sehari-hari anggota-anggota masyarakat.
D. Dialek Bahasa Karo
Dialek dalam Bahasa Karo umumnya dikenal dalam 3 buah pembagian
1. Dialek Gunung-Gunung (Cakap Karo Gunung-Gunung)
Dialek ini digunakan di daerah Kecamatan Munte, Juhar, Tiga Binanga, Kutabuluh, dan Mardinding.
2. Dialek Kabanjahe (Cakap Orang Julu)
Dialek ini digunakan di daerah Kecamatan Kabanjahe, Tiga Panah, Barus jahe, Simpang Empat, dan Payung.
3. Dialek Jahe-jahe (Cakap Kalak Karo Jahe)
Dialek ini digunakan di Kecamatan Pancur Batu, Biru-Biru, Sibolangit, Lau Bekerei, Namo Rambe (termasuk kabupaten Deli Serdang) dan di daerah Kabupaten Langkat (Hulu) sperti Selapan, Kuala, Bahorok, dan sebagainya.
E. Penutup.
Demikianlah Budaya karo yang telah dijelaskan diatas, semoga kita memahami budaya tersebut sebagai perbandingan dengan budaya – budaya lainnya. Penulis masih menerima kritik dan saran demi sempurnanya makalah ini.
Bujur ras mejuah-juah
Langganan:
Postingan (Atom)