Minggu, 08 Februari 2015

ISLAM DITINJAU DARI ASPEK TEOLOGI


                                                            BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang.
Teologi sebagaimana diketahui, membahas ajaran-ajaran dasar dari sesuatu agama. Setiap orang ingin menyelami seluk-beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang dianutnya. Mempelajari  teologi akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan kuat, yang tidak mudah diombang-ambing peredaran zaman.
Teologi Islam yang diajarkan di Indonesia pada umumnya adalah teologi dalam bentuk ilmu tauhid. Ilmu tauhid biasanya kurang mendalam dalam pembahasan dan kurang bersifat filosofis. Selanjutnya ilmu tauhid biasanya memberi pembahasan sepihak dan tidak mengemukakan pendapat dan paham dari aliran-aliran atau golongan-golongan lain yang ada dalam teologi Islam. [1]
Oleh sebab itu pemahaman agama dapat di pahami dengan berbagai pendekatan studi islam. Berbagai pendekatan tersebut meliputi : pendekatan Teologis Normatif, Antropologis, Historis, dan politis. Adapun yang di maksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradikma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.


B A B II
ISLAM DITINJAU DARI ASPEK TEOLOGIS
A. Pendekatan Teologis Normatif dalam studi Islam
Pendekatan teologis normatif termasuk salah satu pendekatan studi islam yang cukup populer dikalangan umat islam. Pendapat ini dalam memahami agama dengan mengunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empiris dari suatu keagamaan dianggap yang paling benar dibandingkan dengan yang lainya.[2]
Dalam kamus inggris Indonesia, kata teologi diartikan ilmu agama,[3] sedangkan dalam arti istilah teologi adalah ilmu yang membicarakan tentang masalah ketuhanan, sifat-sifat wajibnya, sifat-sifat mustahilnya dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pmbuatanya [4]
Dengan demikian teologi adalah istilah ilmu agama yang membahas ajaran ajaran dasar dari suatu agama atau suatu keyakinan yang tertanam dihati sanubari. Setiap orang yang ingin memahami seluk beluk agamanya, maka perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang diyakininya.
Adapun kata normatif berasal dari bahasa ingris norm yang berarti norma, ajaran, acuan, ketentuan tentang masalah yang baik dan buruk yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.[5] Sedangkan istilah normatif adalah prinsif prinsif atau pedoman pedoman yang menjadi petunjuk manusia pada umumnya untuk hidup bermasyarakat.
Pendekatan teologi daam pendekatan pemahaman keagmaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk formal atau simbol simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar sedangkan yang lainya adalah salah. Aliran teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa fahamnyalah yang paling benar sedangkan yang lainya adalah salah, sehingga memandang faham orang lain itu keliru, sesat, kafir, murtad dan seterusnya.
Pendekatan teologis ini erat kaitanya dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajaranya yang pokok dan asli dari tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologi normatif ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlakdari tuhan, tidak ada kekurangan sedikitpun dan tempat bersikap ideal.
Dari uraian diatas, pendekatan ini menunjukkan adanya kekurangan, antara lain: bersifat eklusif, dogmatis, dan tidak mau mengakui kebenaran agama lain. Kekurangan pendekatan dapat dilengkapi dengan pendekatan sosiologis.
Sedangkan kelebihan dari pendekatan teologis normatif adalah melalui pendekatan ini seorang akan memiliki sikap mencintai dalam beragama yakni berpegang teguh kepada agama yang diyakininya sebagai yang bnar tanpa memandang dan meremehkan agama lain. Dengan pendekatan yang demikian seseorang akan memiliki sikap fanatis terhadap agama yang dianutnya[6]
Klasifikasi atau pembidangan ilmu-ilmu agama islam erat hubungannya dengan perkembangan islam dalam sejarah. Tidak bisa dipungkiri bahwa ajaran islam mengalami perkembangan dalam sejarah, sejak zaman Nabi Muhammad Saw sampai ke zaman kita sekarang, dan akan terus berkembang lagi pada masa depan.
Ajaran-ajaran islam tidak turun sekaligus begitu saja dari langit melainkan diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad Saw. Sesuai dengan perkembangan umat islam pada zaman beliau hidup. Alqur’an datang untuk meluruskan keyakinan manusia dengan membuat ajaran tauhid. Tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib tetap pada Nya. Sifat-sifat yang lebih disifatkan kepadaNya dan tentang sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan dari padaNya.
Sesungguhnya fitrah manusia tentang keyakinan tentang keEsaan Allah telah terbantuk.[7] 
B.        Pendekatan Antropologis
Pendekatan antropologi dalam memahami agama dapat di artikan sebagagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktis keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Antropologi dalam kaitan ini sebagai mana dikatakan Dewan Raharjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Penelitian antropologi yang induktif, yaitu turun kelapangan tanpa berpijak pada, atau setidak-tidaknya dengan upaya pembebasan diri kungkungan teori-teori formal yang pada dasarnya sangat abstrak sebagai mana yang dilakukan dibidang sosiologis dan lebih-lebih ekonomi yang mengunakan model model matematis.
Karl marx (1818-1883) sebagai contoh melihat agama sebagai opium atau candu masyarakat tertentu sehingga mendorongnya untuk memperkenalkan teori konflik atau yang biasa disebut dengan teori pertentangan kelas. Lain hanya dengan Max Weber (1964-1920). Dia melihat adanya korelasi positif antara ajaran protestan dengan munculnya semangat munculnya kapitalisme modern. Etika protestan dilihatnya sebagai cikal bakal etos kerja masyarakat industri yang modern yang kapitalistik.
Melalui pendekatan antropologis sebagaimana disebut di atas, kita melihat bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini, maka jika kita ingin mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang, maka dapat dilakukan dengan cara mengubah pandangan keagamaanya.
Selanjutnya melaui pendekatan antropologis ini, kita dapat mlihat agama dalam hubunganya dengan mekanisme pengorganisasian. Seperti kasus di Indonesia, peneliti Clifford Geertz dalam karyanya The Religion of Java dapat dijadikan contoh Yang baik dalam hal ini, Geertz melihat adanya klasifikasi social dalam masyarakat muslim di Java, antara santri, priyayai dan abangan.
Pendekatan antropologis seperti itu diperlukan adanya, karena banyak berbagai hal yang di bicarakan agama hanya bias dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologis. Dalam alquran alkarim, sebagai sumber utama ajaran islam misalnya kita memperoleh informasi tentang kapan nabi nuh di gunung Arafat, kisah ashabul kafi yang dapat bertahan dalam gua lebih dari tiga ratus tahun.
Dengan demikian pendekatan antropologi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraiyan dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu antropologi dengan cabang cabangnya.[8]
Salah satu konsep kunci terpenting dalam antropologi modern adalah holisme, yaknipandangan bahwa praktik praktik sosial harus diteliti dalm konteks dan secara esensial dilihat sebagai praktik yang berkaitan dengan yang lain dalam masyarakat yang sedang di teliti. Para antropologis harus melihat agama dan praktik praktik pertanian, kekeluargan dan politik, magig dan pengobatan “secara bersama-sama maka agama tidak bisa dilihat sebagai system otonom yang tidak terpengaruh oleh praktik-praktik sosial lainya.[9]
C.        Pendekatan Historis
Sejarah atau histories adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan sejarah seorang diajak menukik dari alam idialis kealam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idialis dengan yang ada dalam alam empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang kongkrit bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini kuntowijaya telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang yang dalam hal ini islam menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari alquran, ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan alquran itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berisi konsep-konsep dan bagian kedua berisi kisah-kisah seejarah dan perumpamaan.
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya karena pemahaman demikiian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya.seseorang yang ingin memahami alquran secara benar misalnya, yang bersangkutan harus mempelajari sejarah turunya alquran atau kejadian kejadian yang mengiringi turunya alquran yang selanjutnya disebut sebagai ilmu Asbab an Nuzul (ilmu tentang sebab sebab turunya ayat ayat alquran) yang pada intinya berisi sejarah turunya ayat alquran. Dengan ilmu asbabun Nuzul ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya[10]
Dengan menggunakan pendekatan sejarah ada lima teori yang bisa digunakan, yaitu:
1. Idealisme approach adalah seorang peneliti yang berusaha memahami dan menafsirkan fakta sejarah dengan mempercayai secara penuh fakta yang ada tanpa keraguan.
2. Reductionalist approach adalah seorang peneliti yang berusaha memahami dan menafsirkan fakta sejarah dengan penuh keraguan.
 3. Diakronik adalah penelusuran sejarah dan perkembangan satu fenomena yang sedang diteliti.
 4. Sinkronik adalah kontekstualisasi atau sosiologis kehidupan yang mengitari fenomena yang sedang diteliti.
 5. Teori adalah sistem nilai atau budaya.
         Sang tokoh dan budaya dimana dia hidup. Pada penelitian diakronik, sinkronik dan teori adalah penelitian yang menulusuri latar belakang dan perkembangan fenomena yang lengkap dengan sejarah sosio-historis dan nilai budaya yang mengitarinya.[11]
D.       Pendekatan Politis
Secara harfiah, politik dapat diartikan sebagai usaha atau rekayasa yang diatur sedemikian rupa dalam rangka mencapai tujuan. Dengan pengertian ini politik yang dalam bahasa arabnya dikenal dengan istilah al-siyasah berlaku pada semua aspek kehidupan seperti pendidikan, keluaraga, ekonomi, budaya, keagamaan, dan lain sebagainya. Dalam perkembangan selanjutnya, politik sering dikaitkan dengan urusan pemerintahan tersebut, tampakmya yang paling menonjol dibandingkan dengan pengertian politik lainya.
Persoalan selanjutnya, apakah politik yang menentukan corak pendidikan, atau sebaliknya yang menentukan corak politik dalam kaitan ini terdapat perdebatan dikalangan para ahli. Hasan lang gulung, mislnya: lebih melihat bahwa politiklah yang menentukan corak pendidikan. Ketika berbicara mengenai asas asas pendidikan hasanlanggulung berpendapat bahwa bahwa politik berfungsi memberi bingkai idiologi (kaidah) dari mana ia bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita citakan dan rencana yang telah dibuat. Dengan demikian politik berperan sebagai cita-cita dan pandangan hidup yang mengarahkan gerak langkah pendidikan. Politik yang bersifat demokratis akan mewarnai pelaksanaan pendidikan yang emokratis. Sebaiknya, politik yang bercorak otoriter totaliter akan mempengarui pelaksanaa pendidikan yang bercorak totaliter dan otoriter pula.
Dalam sejarah islam, hububgab antara pendidikan dengan politik juga dapat dilacak pada masa-masa pertumbuhan paling subur dalam lembaga-lembaga pendidikan islam, semacam marasah sepanjang sejarah terdapat hubungan yang amat erat antara pendidikan dengan politik. Kenyataan ini, misalnya, dapat dilihat dari pendirian bayak madrasah di timur tengah yang disponsori oleh penguasa publik. Contoh paling terkenal dalam hal ini adalah madrasah Nishamiyah di Bagdad yang didirikan sekitar tahun1064 M oleh Wazir Nizham Dinasti saljuk, Nizam al-Mulk, di madrasah ini terkenal adanya seorang pemikir bsar al-ghozali yang menjadi salah seorang mahagurunya.
       Siknifikansi dan implikasi politik dan pengembangan madrasah atau pendidikan islam, pada umumnya, bagi para penguasa muslim sudah jelas. Madrasah-madrasah tersebut didirikan untuk menunjang kepentingan-kepentingan politik tertentu dari penguasa muslim, diantaranya untuk menciptakan dan memperkokoh citra penguaa sebagai orang orang yang mempunyai kesalehan, minat, dan kepedulian kepada kepentingan umat, dan ini lebih penting lagi sebagai pembeda antara ortodoksi dan lainya. Semua ini, menurut Azyumardi Azra, pada giliranya akan memperkuat legitimasi penguasa berkaitan dengan rakyat yang mereka pimpin.[12]

 
BAB III
P  E  N  U  T  U  P
A.     Kesimpulan
Pendekatan teologis sangat erat kaitanya dengan pendekatan normatif, dan bisa dikatakan sama yaitu suatu pendekatan pendekatan yang memandang agama dari segi ajaranya yang pokok dan asli dari tuhan yang didalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.
Pendekatan antropologi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.
Sejarah atau histories adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsure tempat, waktu,objek, latar belakang dan peleku dari peristiwa tersebut.
Pendekatan secara politis mempunyai siknifikasi dan implikasi politik untuk menunjang kepentingan kepentingan politik tertentu dari penguasa muslim, diantaranya untuk menciptakan dan memperkokoh citra penguasa sebagai orang orang yang mempunyai kesalehan minat dan kepedulian kepada kepentingan umat, dan lebih penting lagi sebagai pembeda antara ortodoksi dan lainya.
Demikian makalah yang dapat kami susun. Tentunya dalam penguraian di atas masih banyak pengurangan dan kelemahan di dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca yang sifatnya membangun sangat kami harapkan. Untuk itu apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan dalam uraian, kami mohon maaf yang sebesar besarnya. Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami khususnya dan bagi para para pembaca umumnya amin. 

DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, Ilmu Pendekatan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, Jakarta : raja grafindo persada.
Abudin Nata, , Metodologi Studi Iislam, Jakarta :rajawali pers, 2009.
Abudin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, Jakarta: rajagrafindo, 2001.
Harun Nasution, Teologi Islam aliran-aliran sejarah analisa Perbandingan, Jakarta,UIP, 2002
John M.echols, KamusIingris Indonesia,Jakarta :gramedia, 1979.
Khoirudin Nasution, Pengantar Studi Islam, yogyakarta: Academia,  2009
Peter Connoly, Aneka Pendekatan Studi Agama,Yogyakarta :PT lkis, 2009,


[1] Harun Nasution, Teologi Islam aliran-aliran sejarah analisa Perbandingan,UIP, 2002, hal. ix
[2] Abudin nata, Metodologi studi islam, (Jakarta :rajawali pers, 2009), hlm.28.
[3] John M.echols, kamus ingris Indonesia,(Jakarta :gramedia, 1979), cet VII, hlm 586.
[4] Abudin nata, peta keragaman pemikiran islam di Indonesia, (Jakarta :rajagrafindo, 2001), cet.2, hlm.28.
[5] John M,echols, op.cit.,hlm.396.
[6] Abudin, Nata, metodologi studi islam, Op.cit.,hlm.34.
[7] Khoirudin, nasution, pengantar studi islam, (yogyakarta :2009), hlm.223.
[8] Abudinata, opcit, halm. 35-38.
[9] Peter connoly, Aneka pendekatan studi agama, (yogyakarta: PT. Lkis, 2009). Halm 34.
[10] Abuddin nata, metodologi studi islam, (Jakarta : 2008), halm. 35-38.
[11] Khoirudin, nasution, pengantar studi islam, (yogyakarta :2009), hlm.223-224.
[12] Abuddin nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta: 2008). Halm.295-298.